Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pemanfaatan gas bumi melalui program jaringan gas kota atau jargas dapat menghemat subsidi impor gas minyak cair atau liquified petroleum gas (LPG) hingga Rp1,6 triliun.
Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Kementerian ESDM mengatakan penghematan itu dibuktikan berdasarkan kalkulasi jumlah pemasangan jargas yang saat ini telah mencapai 900.000 sambungan.
"Jika jumlah Jargas tersebut diasumsikan menggantikan LPG 3kg, maka setara dengan penghematan subsidi LPG sekitar Rp1,6 triliun dan penghematan devisa sekitar US$140 juta", ujar Kepala Lemigas Ditjen Migas Kementerian ESDM Ariana Soemanto dalam siaran pers, Senin (12/2/2024).
Selain menghemat subsidi impor LPG, kata Ariana, program tersebut juga diklaim dapat menurunkan emisi dari penggunaan gas dalam bentuk gas pipa serta compressed natural gas (CNG) dibandingkan dengan penggunaan LPG.
"Pemanfaatan Jargas juga akan menurunkan emisi sekitar 12% dibandingkan dengan LPG, sedangkan di sektor industri, pemanfaatan gas bumi [CNG] yang umumnya mensubstitusi solar, akan menurunkan emisi sekitar 23%," ujar dia.
Sepanjang 2023, realiasasi pemanfaatan gas bumi untuk dalam negeri telah mencapai 68,2% atau mencapai 3.745 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Dari total tersebut, sebanyak 1.516 atau 40,45% dialokasikan untuk sektor industri, sedangkan untuk Jargas sekitar 16 MMscfd.

Masih Ada Kendala
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024, pemerintah telah menargetkan pembangunan jaringan gas mencapai 4 juta SR. Namun, target itu diturunkan menjadi 2,5 juta SR, lantaran progresnya tak menemui kemajuan.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengatakan, hal itu disebabkan lantaran dalam masifikasi program jargas tersendat di aspek regulasi dan nilai keekonomian.
Dalam aspek regulasi, kata Laode, yakni Peraturan Presiden (Perpres) No. 6/2019 tentang Tentang Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi Melalui Jaringan Transmisi dan/atau Distribusi Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil.
Dalam beleid itu, skema KPBU tidak bisa direplikasi dari sisi pelaksanaan antara satu lokasi dengan lokasi yang lain, sehingga setiap akan melaksanakan program jargas di suatu tempat, dibutuhkan studi masing-masing.
"Artinya, begitu kita sudah dapat satu model, lalu ini belum tentu bisa diimplementasikan ke kota-kota yang lain. Jadi setiap ada kota yang mau kita kembangkan skema KPBU-nya maka perlu melakukan studi terlebih dahulu, karena dari sisi regulasi kemudian peta lokasi wilayah-wilayah, serta profil risikonya berbeda-berbeda," ujarnya belum lama ini.
Tehadap nilai keekonomian, aspek ini harus dihitung secara detail, untuk memikat pengusaha agar mau ikut membangun jargas dengan skema KPBU, sehingga akan menjamin keekonomiannya sampai dengan rentang masa KPBU.
“Kemudian perlu juga didiskusikan strategi peralihan jargas yang dibangun melalui KPBU agar tidak lagi menggunakan LPG, sehingga LPG bisa disalurkan ke daerah-daerah yang belum bisa menikmati jargas,” ujarnya.
Di lain sisi, Laode tidak menampik pembangunan jargas melalui skema KPBU juga memiliki banyak keuntungan. Salah satunya adalah risiko badan usaha dalam pembangunan jargas, sebagian akan ditanggung oleh pemerintah.
"Dengan demikian, dalam kelangsungan bisnisnya ke depan, badan usaha yang ikut dalam KPBU ini, risiko-risikonya akan ditanggung sebagian oleh pemerintah," ujarnya.
Keuntungan lain skema KPBU adalah sambungan jargas yang dibangun bisa dilakukan dalam format yang lebih masif, sehingga akan mempercepat pertumbuhan pemanfaatan gas bumi bagi masyarakat.
(ibn/wdh)