Logo Bloomberg Technoz

Dian juga turut menekankan bahwa sebelum legal day 1—hari di mana penggabungan menjadi XLSmart secara resmi efektif—tidak ada rasionalisasi yang akan dilakukan. Bahkan, setelah periode tertentu jika restrukturisasi menjadi kebutuhan, manajemen berkomitmen memberikan kompensasi yang adil.

"Walaupun nanti setelah jangka waktu tertentu harus dilakukan rasionalisasi, itu payment dan kompensasinya itu sudah diperhitungkan sehingga akan fair," tuturnya. 

Adapun terkait keputusan dirinya sebagai posisi CEO XL Axiata, Dian dengan tegas menyatakan bahwa hal ini dilakukan tanpa paksaan apapun, dan tidak ada kaitannya dengan proses merger yang tengah berlangsung. 

"Tidak ada hubungannya dengan merger, karena sudah beberapa lama saya di beberapa kesempatan itu menyampaikan niat untuk mengundurkan diri, jadi dari mulai awal tahun, kalau gak salah, saya sudah sampaikan, bahwa memang niat mengundurkan diri," kata Dian. 

"Pak Viviek ini nggak minta saya turun. [Pengunduran diri] Ini alasan pribadi, karena menurut saya, ini sudah cukup," pungkasnya. 

Diketahui, saat proses merger dua emiten telekomunikasi PT XL Axiata dan PT Smartfren Telecom menjadi XLSmart terus bergulir, kondisi internal EXCL dipenuhi gejolak. Mulai dari pengumuman mundur sosok CEO, Dian Siswarini, bersamaan dengan gelombang cuti massal, seperti disampaikan Serikat Pekerja XL Axiata (SPXL).

Ketua SPXL Mustakim mengatakan, cuti massal tersebut ditujukan untuk menuntut transparansi proses merger antara dua perusahaan besar penyedia layanan telekomunikasi tersebut. Tuntutan tersebut diarahkan kepada pada pemegang saham, yaitu Axiata Malaysia.

“Sehubungan dengan rencana merger antara XL Axiata dan Smartfren Telecom, kami dari Serikat Pekerja XL Axiata (SPXL), Anggota dari Federasi Aspek Indonesia dan UNI Global Union,  dimana anggota kami saat ini sudah mencapai lebih dari 1.300 orang,” kata Mustakim.

Terdapat tiga poin utama dalam tuntutan para pekerja yang mengajukan cuti massal. Pertama, SPXL menuntut transparansi dari proses merger dari kedua perusahaan penyedia layanan telekomunikasi tersebut.

“Bahwa pada prinsipnya kami memahami bahwa proses merger ini dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja industri telekomunikasi, terutama layanan yang optimal untuk masyarakat di seluruh tanah air,” tulisnya.

Kedua, SPXL menuntut bahwa proses merger kedua perusahaan tersebut akan memberikan dampak positif kepada para karyawan sebagai komponen penting penggerak perusahaan.

“Mengacu poin 1 di atas, SPXL mengharapkan dan mensyaratkan bahwa proses merger ini juga memberi dampak positif kepada karyawan sebagai komponen penting dan stakeholder kunci dalam layanan telekomunikasi,’ tuturnya.

Ketiga, menuntut tanggapan dari XL Axiata terkait bagaimana kejelasan, rencana, perlakuan, kedudukan, serta nasib dari para karyawan usai merger kedua perusahaan raksasa telekomunikasi tersebut.

Namun, di tengah dorongan karyawan guna kejelasan nasib mereka, Dian Siswarini mengajukan ‘resign’ sebagai CEO sekaligus Presiden Direktur.

Dian Siswarini telah memimpin XL Axiata selama 9 tahun. Perempuan lulusan Harvard Business School dan Intitut Teknologi Bandung (ITB) itu pernah menduduki jabatan penting termasuk sebagai Direktur dan Chief Digital Service Officer.

Jelang akhir pekan lalu, tepatnya hari Selasa (3/12/2024), surat pengunduran diri Dian diterima oleh manajemen dan akan resmi tidak lagi menjadi presiden dan CEO XL Axiata sudah mendapatkan restu pemegang saham dalam RUPS.

(wep)

No more pages