Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Raksasa migas Eropa, Shell, khususnya di Indonesia baru saja mengumumkan rencana divestasi bisnis jaringan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU)-nya di Tanah Air.

Shell Indonesia melepas kepemilikan bisnis SPBU-nya kepada perusahaan patungan atau joint venture (JV) baru antara Citadel Pacific Limited dan Sefas Group. Transaksi divestasi itu ditargetkan rampung pada 2024.

“Pengalihan kepemilikan bisnis [SPBU] ini tidak mencakup bisnis pelumas Shell yang berkembang di Indonesia,” papar perusahaan melalui pernyataan resmi, Jumat (23/5/2025).

Shell Indonesia memastikan tetap memegang bisnis ritel di segmen pelumas di Indonesia, meski telah menjual unit SPBU.

Pengendara antre mengisi BBM di SPBU Shell, Radio Dalam, Jakarta, Kamis (27/2/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Desas-desus pelepasan aset SPBU Shell Indonesia sempat santer akhir tahun lalu, setelah Shell menjual kilang legendarisnya di Singapura kepada PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) melalui perusahaan patungan bersama Glencore.

Pada Juni 2024, perusahaan memang sudah menutup 9 SPBU-nya di Sumatra, tidak berselang lama setelah Shell Plc di tingkat global mengumumkan niat untuk menutup 1.000 jaringan SPBU-nya di berbagai negara hingga 2025.

Dalam perkembangan terakhir menyusul pengumuman divestasi bisnis SPBU-nya di Indonesia ke JV Citadel-Sefas, Shell menggarisbawahi perseroan masih akan berbisnis di lini hilir migas Indonesia melalui penjualan pelumas.

Lantas, bagaimana sejarah dan sepak terjang Shell di industri migas Indonesia di hulu hingga hilir?

Royal Dutch Shell Plc pada awalnya didirikan di Den Haag pada 1890. Akan tetapi, riwayatnya di Indonesia dimulai sejak 1884, ketika warga Belanda, Aeilko Jans Zijlker menemukan harta karun minyak di Sumatra.

Dikutip dari situs resmi Shell, Zijlker mengebor sumur pertamanya di Sumatra setelah memperoleh izin dari Sultan Langkat. Pengeboran itu ternyata menghasilkan sumur kering.

Namun, setahun setelahnya, dia menggali Telaga Tunggal 1 di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara dan menemukan minyak di wilayah tersebut; sebelum akhirnya dieksploitasi untuk produksi dalam kuantitas komersial.

Penemuan lebih dari 100 tahun yang lalu tersebut pada akhirnya mengarah pada pembentukan Royal-Dutch Petroleum.

Pada pergantian abad, minyak telah ditemukan di Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jawa Tengah dan Timur, serta Kalimantan Timur, dan kilang telah didirikan di setiap daerah. Saat itu, ada 18 perusahaan yang mengeksplorasi atau memproduksi minyak di Indonesia.

Operator anjungan minyak Pengeboran Presisi memasang pemandu bit di lantai anjungan minyak Royal Dutch Shell Plc/Bloomberg-Matthew Busch

Tinggalkan Blok Masela

Pada era modern, Shell pernah terlibat di industri hulu migas Indonesia sebagai pemegang hak partisipasi atau participating interest (PI) proyek Abadi Masela; ladang gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) raksasa di wilayah Tanimbar, Maluku.

Di Blok Masela, Shell bersama Inpex Corporation (Inpex) sebelumnya setuju untuk membangun fasilitas LNG dengan kapasitas tahunan sebesar 9,5 juta ton dalam kontrak pemulihan biaya senilai sekitar US$20 miliar.

Akan tetapi, pada 2020, Shell memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut dengan menjual 35% hak partisipasinya seharga US$2 miliar.

Upaya Shell untuk melakukan divestasi dari Blok Masela sejak itu berlarut-larut, sehingga menciptakan ketidakpastian seputar kelanjutan pengembangan lapangan Abadi yang menyimpan 360 miliar meter kubik gas itu.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada akhir Mei 2023 bahkan pernah mengungkapkan kegeramannya terhadap Shell, yang akhirnya memutuskan untuk hengkang dari proyek Abadi Masela.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, yang menjabat saat itu, mengatakan kekecewaan pemerintah terhadap Shell tidak hanya diakibatkan oleh keputusan hengkang tersebut. Pemerintah geram lantaran raksasa migas yang bermarkas di Inggris itu mengulur negosiasi pengalihan PI di Blok Masela ke PT Pertamina (Persero).

“[Blok] Masela ini masih progres, tetapi begini [progresnya] itu kan agak lama. Jadi, pemerintah itu kehilangan opportunities-nya. Akhirnya Pak Menteri [Menteri ESDM saat itu, Arifin Tasrif] menyampaikan kecewa,” katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, akhir Mei 2023.

Atas hal tersebut, pemerintah akhirnya meninjau kembali rencana pengembangan atau plan of development (PoD) yang telah disusun operator Blok Masela. Salah satu alasan revisi PoD adalah rencana penerapan teknologi penangkapan karbon (carbon capture) untuk menekan emisi di proyek hulu migas itu.

"Kita lihat PoD-nya gimana kok bisa lama sekali.  Soal harga itu urusan bisnis, saya enggak bisa menyatakan, tetapi pemerintah kecewa karena terlalu lama," ujar Tutuka.

Ilustrasi Blok Masela (Bloomberg Technoz/Diolah)

Pada Juli 2023, Pertamina dan Petroliam Nasional Berhad (Petronas) akhirnya resmi mengambil alih 35% saham Shell di Blok Masela. Ketiganya telah menandatangani perjanjian jual beli untuk akuisisi tersebut.

Pertamina akhirnya memiliki 20% saham melalui PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan 15% oleh Petronas Masela Sdn Bhd. Adapun, 65% porsi lainnya masih dipegang oleh Inpex.

SPBU Asing Pertama

Di lini hilir migas, hadirnya Shell di Indonesia tidak lepas dari adanya reformasi Undang-Undang Minyak dan Gas (Migas) dengan berlakunya Undang-undang No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).

UU tersebut memberikan liberalisasi di sektor migas Tanah Air, sehingga menjadikan perusahaan pelat merah Indonesia harus berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan migas lainnya secara sehat dan wajar.

Shell menjadi perusahaan asing pertama yang membuka SPBU di Indonesia. SPBU Shell di meluncur pertama kali pada 1 November 2005. Lokasinya ditempatkan di Lippo Karawaci, Tangerang, Banten.

Shell lantas membuka kembali SPBU baru yang ditempatkan di Jalan S. Parman, Slipi, Jakarta pada 1 Maret 2006. Shell juga menjadi SPBU asing pertama yang beroperasi di Indonesia.

Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan SPBU Shell makin pesat. Shell telah mengoperasikan 215 SPBU di Indonesia; yaitu di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatra Utara.

Namun, pada 1 Juni 2024, Shell Indonesia sudah menutup operasional 9 SPBU di Sumatra Utara.

Langkah itu selaras dengan pengumuman Shell Plc yang akan menutup 1.000 SPBU-nya di berbagai negara hingga 2025. Penutupan ini seiring dengan meningkatnya permintaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).

"Kami berencana mendivestasikan 500 SPBU, termasuk usaha patungan, setiap tahunnya pada 2024 dan 2025," kata Shell Plc dalam laporan Energy Transition Strategy 2024, seperti dikutip Bloomberg.

Di Indonesia sendiri, jenis bahan bakar minyak (BBM) yang disediakan di SPBU Shell a.l. Shell Super, Shell V-Power, Shell V-Power Nitro+, Shell V-Power Diesel, dan Shell Diesel Extra. 

SPBU Shell Plc ditutup karena kekurangan bahan bakar di Rosario, provinsi Santa Fe, Argentina./Bloomberg-Sebastian Lopez

Divestasi SPBU

Kemarin, manajemen Shell Indonesia akhirnya mengumumkan pelepasan kepemilikan bisnis jaringan SPBU-nya di Tanah Air kepada perusahaan JV baru antara Citadel Sefas.

Perusahaan menegaskan pengambilalihan bisnis ritel Shell tersebut hanya mencakup SPBU, tetapi tidak termasuk lini bisnis pelumas. Adapun, proses transaksi ditargetkan tuntas pada 2026.

“Pengalihan kepemilikan bisnis [SPBU] ini tidak mencakup bisnis pelumas Shell yang berkembang di Indonesia,” papar perusahaan melalui pernyataan resmi yang dilansir Jumat (23/5/2025).

Perwakilan Shell Indonesia juga menggarisbawahi kegiatan operasional bisnis SPBU Shell akan tetap berlangsung seperti biasa hingga penyelesaian proses pengalihan kepemilikan ini yang diharapkan terjadi pada tahun depan.

“Setelah proses pengalihan kepemilikan ini selesai, merek Shell akan tetap berada di Indonesia melalui perjanjian lisensi merek, produk BBM akan dipasok melalui Shell dan pelanggan akan terus memiliki akses untuk menggunakan produk BBM berkualitas tinggi.”

Perusahaan juga menegaskan merek dagang Shell tetap akan berada di Indonesia melalui perjanjian lisensi merek, usai pengalihan kepemilikan aset.

Shell menggunakan model lisensi merek untuk bisnis Mobility & Convenience di lebih dari 50 pasar di seluruh dunia sehingga para pelanggan akan terus memiliki akses untuk menggunakan produk BBM Shell. 

Adapun, perjanjian lisensi tersebut mengizinkan penerima lisensi hak untuk menggunakan merek Shell sesuai dengan standar Shell di wilayah tersebut. Hal ini memungkinkan penerima lisensi untuk mendapatkan keuntungan dari nilai merek.

“Kegiatan operasional jaringan SPBU Shell di Indonesia tidak akan berubah sebagai akibat dari pengumuman pengalihan kepemilikan ini,” tegas perseroan.

Shell juga memastikan tim yang melayani para pelanggan di jaringan SPBU Shell tidak akan berubah dan kegiatan bisnis jaringan SPBU tersebut akan terus berjalan seperti biasa. 

Berbisnis Pelumas

Selain SPBU, bisnis hilir migas Shell di Indonesia juga mencakup pabrik pelumas. Shell membangun dan mengoperasikan pabrik pelumas kelas dunia (Lubricants Oil Blending Plant) sejak 2015 di Marunda, Bekasi.

Pabrik pelumas tersebut memiliki kapasitas produksi 136 juta liter per tahun. Pada  2020, Shell Indonesia juga melakukan perluasan pabrik menjadi 9 hektare untuk menggandakan kapasitas produksi sebanyak 300 juta liter produk pelumas per tahun.

Produk pelumas seperti Shell Helix, Shell Rimula, Shell Spirax, dan Shell Advance juga telah mengantongi sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dari Balai Sertifikasi Industri (BSI).

Adapun, Shell menjadi perusahaan energi internasional pertama yang mendapatkan sertifikasi tersebut.

Seorang pelanggan mengisi bahan bakar tanker gas Shell Plc dengan bahan bakar diesel./Bloomberg-Samsul Said

'Balik Kucing' ke Hulu

Kembali ke hulu migas, belum lama ini Kementerian ESDM juga mengonfirmasi Shell tengah mempertimbangkan untuk kembali berinvestasi di aset hulu migas Indonesia.

Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Eksplorasi dan Peningkatan Produksi Migas Nanang Abdul Manaf mengungkapkan rencana Shell itu telah disampaikan ke Tim Eksplorasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

“Iya, kebetulan [niatan Shell telah] disampaikan ke Tim Eksplorasi SKK Migas. Tim SKK Migas kemudian menyampaikannya ke saya,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, dikutip Selasa (20/5/2025).

Nanang menyebut raksasa energi asal Eropa itu saat ini tengah memasuki tahap evaluasi minat area bersama tim SKK Migas.  “Shell cari wilayah yang kemungkinan dapat giant discovery,” ujarnya.

Hanya saja, Nanang menuturkan, detail rencana investasi itu masih menjadi pembicaraan internal Shell. Dengan demikian, dia belum dapat berkomentar banyak ihwal blok migas potensial mana yang dibidik Shell nantinya.

“Belum diinformasikan, mungkin internal mereka sudah punya kandidat,” tuturnya.

Saat dimintai konfirmasi, Kepala Divisi Prospektivitas Migas dan Manajemen Data WK SKK Migas Asnidar membenarkan lembaganya saat ini masih mengurusi evaluasi minat area yang dikaji Shell.

Asnidar enggan berkomentar banyak ihwal kemungkinan Shell melakukan joint study atau farm in atas blok migas potensial di Tanah Air. 

“Shell masih dalam tahap evaluasi area of interest,” kata Asnidar kepada Bloomberg Technoz.

(mfd/wdh)

No more pages