Menavigasi Arah Pengembangan CCUS: Potensi Menjanjikan Bagi RI
McKinsey & Company
24 July 2025 07:01

Penulis: Rajat Agarwal dan Shing Hou. Rajat Agarwal adalah Partner di McKinsey & Company. Beliau bersama-sama memimpin karya keunggulan modal di Asia Tenggara dan mendukung klien di sektor energi untuk mendorong transformasi kinerja bisnis yang berkelanjutan di berbagai organisasi publik dan swasta. Sementara itu, Shing Hou adalah Spesialis di McKinsey & Company dengan pengalaman mendalam dalam manajemen karbon dan membangun bisnis hijau, terutama seputar pendorong iklim seperti penangkapan karbon, penggunaan dan penyimpanan (CCUS), hidrogen, solusi berbasis alam, dan pasar karbon di Asia Tenggara. |
Penangkapan karbon, pemanfaatan, dan penyimpanannya (carbon capture, utilization, and storage—disingkat CCUS) dapat menjadi teknologi krusial dalam transisi menuju masa depan rendah emisi, memitigasi 10 hingga 20% emisi gas rumah kaca di 2050, dikutip dari International Energy Agency (IEA). Namun, hal ini tidak mudah untuk digapai. Kapasitas CCUS saat ini adalah sekitar 50 juta ton per tahun. Untuk memenuhi proyeksi ini, IEA memperkirakan bahwa diperlukan kontribusi CCUS sekitar 1 gigaton per annum (GTPA) di 2030, yang kemudian perlu diperbesar hingga empat kali lipat di 2050.
Tentu, harapan masih ada. Dengan sejumlah proyek CCUS yang tengah direncanakan maupun sedang dalam tahap konstruksi, khususnya di Amerika Utara dan Eropa, pertumbuhan ini ditunjang oleh peraturan dan insentif fiskal yang mendukung.
Meski demikian, sekalipun proyek-proyek tersebut berhasil diselesaikan, kapasitas yang tersedia diperkirakan belum bisa memenuhi proyeksi IEA. Di tengah situasi geopolitik yang kompleks serta tantangan ekonomi menjadi salah satu alasan bagi sejumlah pemain minyak dan gas mulai mengurangi keterlibatan mereka, sehingga jalan menuju CCUS secara masif akan penuh kerikil.

Di sisi lain, alasan pengembangan CCUS untuk Asia Tenggara tetap kuat dan meyakinkan. Setiap tahun, wilayah ini menghasilkan lebih dari 1 gigaton point source emission, yaitu emisi yang berasal dari suatu lokasi atau fasilitas industri tetap. Dengan menangkap 10-20% dari emisi tersebut, terdapat peluang untuk menghasilkan pendapatan sebesar $5 miliar hingga $10 miliar per tahun pada tahun 2030-2040. Potensi ini sangat bergantung pada harga yang ditetapkan. Contohnya, Singapura menetapkan target harga karbon hingga $60 per ton di 2030 dapat turut membantu memungkinkan tercapainya peluang ini.
Baca Juga
Indonesia, Malaysia, dan Thailand memiliki kapasitas carbon sink alami dan secara aktif berupaya memosisikan diri sebagai pusat CCUS di kawasan. Terutama Indonesia, dengan lokasi strategis dan sumber daya alamnya, ditambah adanya kerangka peraturan CCUS, memiliki fondasi yang kuat untuk mengembangkan bisnis ini secara komersial. Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat kemitraannya dengan perusahaan minyak dan gas yang berkomitmen pada pengembangan CCUS, sekaligus mengamankan investasi yang berkaitan dengan teknologi tersebut.
Selain itu, CCUS dapat memainkan peran penting dalam jalur transisi energi Indonesia secara umum, yaitu untuk mencapai net-zero emission di 2060, sekaligus mempertimbangkan faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan secara lebih luas. Dengan menyertakan CCUS ke dalam strategi energinya, Indonesia dapat memperkuat langkahnya untuk mencapai net-zero sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Akan tetapi, upaya pengembangan pusat-pusat CCUS di Asia Tenggara menjadi tantangan tersendiri. Lanskap CCUS di kawasan ini terbilang kompleks, dengan tingkat kematangan ekosistem teknis, komersial, dan regulasi yang berbeda-beda. Secara teknis, yang terpenting adalah menurunkan biaya dengan cara memperbesar skala operasional, memanfaatkan kembali infrastruktur yang ada, serta mengeksplorasi potensi penyimpanan karbon di darat (onshore storage). Sebagai contoh, modular carbon capture unit dan onshore storage site bisa secara signifikan memangkas biaya sehingga memperkuat keekonomian pengembangan CCUS.

Dari sisi komersial, peraturan harga karbon yang efektif dan kebijakan fiskal yang mendukung menjadi sangat penting. Pendekatan komprehensif di sisi ini dapat berupa penerapan kredit karbon, penilaian dan pelacakan penurunan emisi secara independen, serta standar akuntansi tertentu. Mekanisme pembiayaan yang inovatif juga dapat membantu memperluas upaya pengembangan CCUS. Contoh pembiayaan ini misalnya inisiatif dari Monetary Authority of Singapore, bekerja sama dengan Transition Credit Coalition, yang menggunakan kredit transisi berkualitas tinggi untuk mempercepat early retirement pembangkit listrik tenaga batu bara.
Peluang lainnya adalah negara-negara yang memiliki CCUS dapat menjalin kerja sama dengan negara dengan kapasitas carbon storage terbatas seperti Jepang, Singapura, dan Korea Selatan, dengan cara memperdagangkan hak pengurangan emisi untuk harga penyimpanan karbon yang lebih tinggi. Cara ini dapat mendorong pengembangan infrastruktur CCUS di negara-negara tuan rumah sekaligus mematangkan mekanisme penetapan harga karbon domestik.
Dari sisi regulasi, percepatan penyusunan kebijakan CCUS, khususnya terkait tata kelola karbon, hak penyimpanan, dan pengelolaan tanggung jawab yang optimal, juga tidak boleh luput. Kerangka kebijakan ini harus mampu menjaga integritas lingkungan, juga memperkuat daya saing biaya implementasi. McKinsey memperkirakan bahwa kurang dari 10% emisi global saat ini dapat ditangkap dengan biaya kurang dari USD $50 per ton emisi yang dikurangi. Temuan ini menekankan pentingnya regulasi yang bukan hanya tegas, tetapi juga mendukung keekonomian proyek CCUS.
Indonesia berada di momen penting dalam perjalanan transisi energinya, di tengah usahanya menyeimbangkan ambisi dekarbonisasi dengan kebutuhan akan ketahanan energi. Negeri ini memiliki potensi untuk menjadi pusat CCUS yang berkembang. Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia perlu menjalin kerja sama, mendatangkan investasi, dan merancang kerangka kebijakan yang mendukung.
Mencapai tujuan tersebut memang tidak akan mudah, namun juga bukan sesuatu yang mustahil.
(mkc)