Logo Bloomberg Technoz

Jika tak ada kesepakatan, dampaknya bisa menyentuh langsung kinerja ekspor RI yang berkontribusi besar pada neraca perdagangan, sekaligus menyeret Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih dalam.

“Pemerintah sudah menyiapkan paket tawaran yang sangat ambisius untuk meredam tarif Trump,” tulis Kiwoom, Senin (8/7/2025).

Di antaranya adalah komitmen impor barang AS hingga USD34 miliar, pembelian energi (minyak, LNG, bensin) senilai USD15,5 miliar, serta pelonggaran regulasi domestik untuk mendukung korporasi AS di Indonesia.

Pemerintah juga menjanjikan akses prioritas atas mineral kritis, termasuk nikel, hingga pembelian pesawat dan alat pertahanan dari produsen AS. Total ada 1.700 produk asal AS yang akan ditawarkan tarif 0% oleh Indonesia.

“Jika gagal mengamankan deal, risiko terbesar adalah hilangnya akses pasar ekspor dan tekanan terhadap kurs rupiah. Sentimen investor asing bisa memburuk, apalagi IHSG belakangan sudah kehilangan momentum dan rawan koreksi,” ujar Liza.

Kiwoom juga mengingatkan agar Indonesia tak hanya bersandar pada satu poros ekonomi. Langkah strategis China yang membebaskan bea masuk untuk produk dari negara-negara Afrika dinilai sebagai bentuk diplomasi dagang cerdas yang memperluas pasar sekaligus memperkuat pengaruh geopolitik.

Meniru strategi ini, Indonesia bisa mengembangkan kerja sama preferensi tarif dengan negara berkembang di Asia Selatan, Pasifik, dan Afrika, sembari memperkuat skema Local Currency Settlement (LCS) dan Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) guna mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

“Dengan memperluas jalur perdagangan dan investasi dua arah, Indonesia bisa melindungi ekspor unggulan seperti pangan olahan, otomotif ringan, dan tekstil, sekaligus menjaga daya saing industri nasional di tengah gejolak proteksionisme global,” tulis laporan itu.

Langkah pemerintah saat ini akan sangat menentukan apakah IHSG mampu bertahan, atau justru makin terbebani tekanan global. Jika tak ingin Indonesia tertinggal dari pesaing regional, diplomasi dagang harus diselesaikan bukan hanya cepat, tapi juga strategis.

Investor Asing

Di tengah tekanan geopolitik global dan pasar keuangan dunia yang belum stabil, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sejumlah indikator pelemahan pasar modal Indonesia selama semester I 2025. 

Di sisi lain, otoritas juga menekankan pentingnya penguatan regulasi, pengembangan pasar derivatif dan bursa karbon, serta penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyampaikan bahwa pada Juni 2025 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 3,46% secara bulanan ke level 6.927,68, dan terkoreksi 2,15% secara year-to-date. 

Sementara nilai kapitalisasi pasar juga ikut turun menjadi Rp12.178 triliun, atau turun 1,95% dalam sebulan dan 1,18% sepanjang tahun berjalan.

Tekanan paling terasa datang dari aliran dana asing yang deras keluar dari pasar saham. 

“Investor nonresiden mencatatkan net sell sebesar Rp8,38 triliun secara bulanan dan Rp53,57 triliun secara year-to-date,” ujar Inarno dalam konferensi paparan rutin bulanan, Senin (8/7/2025).

Namun, pasar obligasi justru menunjukkan arah yang berlawanan. Indeks obligasi ICBI menguat 1,18% secara bulanan, dan investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp42,27 triliun sepanjang tahun.

Dari sisi pengelolaan investasi, total dana kelolaan industri reksa dana per Juni 2025 tercatat Rp844,69 triliun. Angka ini mengalami penurunan tipis 0,19% dibanding bulan sebelumnya, namun masih naik 0,87% dibanding awal tahun. Meskipun demikian, terjadi net redemption sebesar Rp2,02 triliun sepanjang tahun, menandakan adanya tekanan arus keluar dari investor ritel.

(dhf)

No more pages