Logo Bloomberg Technoz

Komputasi Kuantum

Teknologi Masa Depan, Dukungan dan Ancaman Keamanan Nasional


Ilustrasi industri pusat data dan komputasi awan. (Dok: Bloomberg)
Ilustrasi industri pusat data dan komputasi awan. (Dok: Bloomberg)

Penulis: Yohannes Krishna Fajar Nugroho

Yohannes Krishna Fajar Nugroho, M.I.Kom. adalah seorang advisor di Blocksphere.id dengan latar belakang pendidikan Magister Ilmu Komunikasi dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta. Ia memiliki pengalaman profesional di bidang jurnalistik dan teknis, terutama dalam instalasi dan pengelolaan sistem radar kelautan di wilayah Sulawesi dan Papua. Dalam bidang akademik, Fajar dikenal sebagai satu-satunya mahasiswa pascasarjana di IISIP Jakarta yang secara khusus meneliti isu deradikalisasi dan terorisme dalam perspektif komunikasi. Fokus keilmuannya mencakup komunikasi strategis, literasi media, dan studi keamanan non-militer.

Ada satu jenis komputer yang bisa membocorkan semua data rahasia yang kita miliki. Yang lebih mengerikan adalah, data-data yang bocor itu dapat digunakan untuk melakukan hal-hal yang tidak bertanggungjawab. Bagi Sebagian orang sudah memahami istilah Harvest now, decrypt later. Singkatnya, banyak data kita yang sudah dicuri dalam kondisi terenkripsi. Para hacker belum bisa membukanya sekarang, tapi nanti saat komputer kuantum sudah cukup kuat, data itu bisa didekripsi, dan akan terjadi kebocoran massal. Mungkin hanya sedikit orang yang memahami hal ini, termasuk orang orang yang memiliki latarbelakang Sistim Informatika dan Teknik Informatika, atau orang-orang yang secara khusus mendalami pembahasan ini dan menganggap bahwa ini merupakan hal yang penting. 

Materi tentang mekanika klasik, ataupun mekanika kuantum menjadi salah satu pembahasan yang terlalu tersegmentasi dan hanya dapat dipahami oleh Sebagian orang yang mendalami tentang materi tersebut. Untuk khalayak di Indonesia mungkin masih belum dapat sampai ke titik itu tapi mari kita bayangkan jika ada komputer yang bisa berpikir jauh lebih cepat dan lebih cerdas dari komputer biasa. 

Komputer ini mampu menyelesaikan soal-soal rumit dalam hitungan detik, yang biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun. Komputer seperti ini sudah mulai dikembangkan di beberapa negara maju. Prof. J.W. Saputro, pakar teknologi dan komunikasi, menjelaskan bahwa dunia tempat kita hidup ini tidak berjalan secara “klasik” atau biasa, tapi mengikuti hukum-hukum “kuantum”, yaitu cara kerja partikel kecil seperti cahaya dan elektron yang sangat unik.

Yohannes Krishna Fajar Nugroho Narastradi (Bloomberg Technoz)

Apa Itu Komputasi Kuantum?

Komputer biasa (yang kita pakai sehari-hari) bekerja dengan bit, yaitu sinyal listrik yang hanya bisa bernilai 0 atau 1, seperti saklar lampu yang hanya bisa “mati” atau “hidup”. Tapi komputer kuantum bekerja dengan qubit, yang bisa bernilai 0 dan 1 sekaligus secara bersamaan. Inilah yang disebut superposisi. Selain itu, qubit juga bisa saling terhubung erat walau berada di tempat berbeda. Ini disebut entanglement.

Kombinasi dua kemampuan ini membuat komputer kuantum bisa memproses data jauh lebih cepat dan lebih kompleks dari komputer biasa.

Mungkin masih terlalu jauh dari bayangan pembaca yang budiman, saya coba mengambil contoh seorang petugas parkir di sebuah tempat penitipan motor di salah satu stasiun KRL jabodetabek. Petugas tersebut mengetahui dengan detail tentang jenis motor, pemilik, bahkan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (Plat Nomor). Bahkan ada yang sampai mengetahui dengan detail motor jenis A, yang pakai aksesoris tambahan, milik si fulan. Hebatnya, dia tidak hanya mengenal hanya satu kendaraan, tapi ratusan bahkan ribuan kendaraan sekaligus. Bayangkan jika Komputasi Klasik dimana satu petugas hanya mengenal satu jenis motor dan pemiliknya. Tentu, mobilitas penitipan motor tersebut akan sangat lambat. 

Kekuatan komputasi kuantum tidak hanya soal kecepatan, tapi juga potensi ancaman, terutama dalam hal keamanan data. Julian Tan, perwakilan IBM dan ahli komputasi kuantum, menyebut bahwa komputer kuantum bisa digunakan untuk membobol sistem keamanan yang sekarang dianggap sangat kuat, seperti yang digunakan bank, pemerintah, dan layanan keuangan. “Kalau sekarang ada sandi digital yang butuh ribuan tahun untuk dibuka, komputer kuantum bisa membukanya dalam hitungan menit,” katanya. Ini karena komputer kuantum bisa menjalankan algoritma khusus seperti Shor, yang membuatnya sangat efisien dalam membongkar kode enkripsi yang sekarang dianggap aman.

Indonesia Perlu Bergerak. Singapura sudah memasang kabel serat optik khusus untuk eksperimen kuantum dan bahkan bank sentral nya sudah mengeluarkan peringatan tentang ancaman ini. Di sisi lain, Indonesia masih tergolong lambat. Menurut Prof. Saputro, hanya ada 29 negara di dunia yang sudah memiliki strategi khusus untuk teknologi kuantum—dan Indonesia belum termasuk di antaranya. “Padahal ancamannya jelas. Kita bisa kehilangan data penting, dan lebih parah lagi, kita bisa kehilangan peluang ekonomi besar,” tegas Prof. Saputro.

Julian Tan mengingatkan bahwa dunia bisnis dan pemerintah harus siap dengan cara baru menjaga keamanan, yaitu dengan "crypto agility" atau kelincahan dalam menjaga sistem keamanan digital. “Jangan tunggu sistemnya dibobol dulu, baru bergerak. Kita harus aktif memantau dan memperbarui sistem keamanan secara berkala,” ujarnya. Beberapa metode keamanan baru seperti Crystal Kyber dan Dilithium kini mulai dikembangkan. Namun penggunaannya belum luas. Butuh regulasi dan dorongan dari pemerintah, agar sektor swasta juga bersiap.

Teknologi kuantum bukan lagi cerita masa depan. Ia sudah mulai masuk ke dunia nyata—dan bisa membawa banyak manfaat jika kita siap, atau malah menjadi bencana jika kita abai. “Komputasi kuantum, kecerdasan buatan (AI), dan komputer klasik adalah tiga pilar komunikasi di masa depan,” kata Prof. Saputro. “Indonesia harus segera bersiap, atau kita hanya akan jadi penonton.” Saatnya kita tidak hanya mengikuti, tapi juga ikut membentuk masa depan teknologi Indonesia.

DISCLAIMER

Opini yang disampaikan dalam artikel ini sepenuhnya merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mencerminkan sikap, kebijakan, atau pandangan resmi dari Bloomberg Technoz. Kami tidak bertanggung jawab atas keakuratan, kelengkapan, atau validitas informasi yang disajikan dalam opini ini.

Setiap pembaca diharapkan untuk melakukan verifikasi dan mempertimbangkan berbagai sumber sebelum mengambil kesimpulan atau tindakan berdasarkan opini yang disampaikan. Jika terdapat keberatan atau klarifikasi terkait isi opini ini, silakan hubungi redaksi melalui contact@bloombergtechnoz.com

(yhn)