Logo Bloomberg Technoz

Opini

Leading Purpose Sebagai Penentu Organisasi the Centennials

Achmad Soegiarto
11 July 2023 11:40

Ilustrasi Leadership (Dok. Envato)
Ilustrasi Leadership (Dok. Envato)
Achmad Soegiarto Satyalencana Wirakarya Presiden RI 2016, ASPAC-ASEAN-Indonesia ICT Awards 2015-2016, Role Model Corporate Culture Telkom 2017, penulis Synergy Way of Disruption 2018, Harvard Business School Executive Program 2019, Chief Strategy Officer-Direktur Strategic Portfolio Telkom 2019-2020, Telkom The Best Strategy CNBC Awards 2019, Advisor beberapa startup 2021, penulis Synergy Way of Ecosystem Collaboration 2022, saat ini Chief Strategy Officer Kalla Group

Sejak 2019 mengemban amanah sebagai Chief Strategy Officer (CSO), setelah mengeksplor strategic thinking tahunan sampai lima tahunan, kadangkala penulis berpikir strategi apa yang diterapkan perusahaan hebat yang mencapai seratus tahun lebih? Mereka mampu melewati masa-masa krusial yang dapat mengancam eksistensinya seperti depresi ekonomi, perang dunia, krisis ekonomi, politik, hingga disrupsi teknologi, perubahan model bisnis (business model), dan disrupsi yang dipicu lahirnya generasi-generasi baru karena memiliki perilaku berbeda daripada generasi sebelumnya.

Justru tidak sedikit para the centennials (sebutan organisasi perushaan yang mampu melewati angka 100 tahun) ini mampu survive, eksis, dan mendominasi pasar hingga sekarang. Sebutlah organisasi perusahaan seperti Coca-Cola, P&G, Boeing, Unilever, GE, Harley Davidson, Luis Vuitton, dan lainnya. Mereka eksis di pasar domestik dan global bersaing dengan pemain baru. Oleh karena itu, penulis kerap mendorong agar organisasi perusahaan mampu untuk hidup lebih dari 100 tahun. Seperti puisi Chairil Anwar Aku, “Luka dan bisa kubawa berlari. Berlari. Hingga hilang pedih peri. Dan aku akan lebih tidak perduli. Aku ingin hidup seribu tahun lagi”.

Menurut Alex Hill dalam “How Winning Organizations Last 100 Years” (2018) di Harvard Business Review, umumnya, para the centennials masih bertahan eksistensinya di pasar karena faktor kuatnya visi-misi founder, core values sang pendiri, budaya kerja (corporate culture) yang kuat, kesuksesan alih kepemimpinan, dll. Tetapi, ada satu hal yang menurut penulis menarik dari pendapatnya Alex Hill, kesuksesan para the centennial adalah digerakkan oleh purpose yang kemudian dapat diterjemahkan ke dalam operasional strategi, dan memberi makna pada pekerjaan karyawan sehari-hari (giving meaning employee's work). Penulis menyebutnya leading with purpose.

Secara sederhana, menurut Fred Reichheld dalam buku Winning on Purpose (2021), purpose didefinisikan sebagai tujuan akhir yang hendak dicapai organisasi perusahaan. Kepemimpinan, strategi yang digunakan, karyawan, teknologi ataupun model bisnis boleh silih-berganti, tetapi purpose harus menjadi pegangan dan kompas dalam organisasi perusahaan. Misalnya, strategi boleh berganti mengikuti situasi dan adaptasi terhadap keadaan yang ada, tetapi purpose adalah misi end-goal yang dijadikan kompas sebagai panduan menyusun strategi.

Golden Circle (Simon Sinek, 2011)

Start with Why

Dalam bukunya yang terkenal, Start with Why (2011), Simon Sinek menjelaskan bahwa organisasi perusahaan hebat seringkali dimulai dari “why” yang kuat. Why mencerminkan tentang alasan keberadaannya (existence), keyakinan (believe), dan tujuan yang ingin dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat (purpose). Dan, why dianggap tak lekang oleh waktu, sehingga sampai kapanpun why tetap relevan. Dengan why yang kuat, perusahaan nyatanya mampu mengkreasi strategi (how) dan produk/layanan (what) relevan yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka, seperti terlihat pada model Golden Circle di bawah ini. 

Didirikan pada 1923 dengan why statement: “to make people happy”, Disney berusaha menjadi entertainment company & media massa yang relevan hingga kini. Karakter-karakter seperti Micky Mouse, Captain Amerca, Iron Man, dan Elsa menjadi bukti dorongan agar Disney bisa memberi hiburan serta kebahagiaan bagi masyarakat. Untuk mampu bersaing dengan para pemain digital native saat ini, Disney pun memiliki platformnya Disney+ yang menyediakan banyak hiburan bagi penontonnya.

Impact Player

Walaupun para the centennials tampak kuat menjaga warisan apa yang mereka punya, mempertahankan fondasi dan kekuatan intinya, tetapi salah satu faktor yang mendorong usia mereka panjang adalah kemampuannya memikirkan masa depan (looking ahead). Menurut Alex Hill, dengan purpose yang dimiliki, mereka berani melihat 20-30 tahun ke depan, berusaha memahami bagaimana masyarakat berkembang dan dibentuk, lalu bagaimana mereka dapat turut terlibat dan berkontribusi, serta bagaimana mereka memperoleh talenta untuk mendukungnya. “The Centennials start by stabilizing their core, to safeguard what they stand for and stay on track. They are incredibly strategic, looking 20 to 30 years ahead, to understand how society is evolving, how they can shape it, and how they can get the talent to do this,” tulis Alex Hill.

Oleh karena itu, meskipun mungkin tampak “tua”, tetapi mereka mampu membaca perkembangan masyarakat ke depan dan bagaimana strategi agar tetap dapat berkontribusi pada bidang yang dikuasainya. Contohnya, supaya berusaha bisa berkontribusi luas, sejak sepuluh tahun lalu GE (1892) telah masuk ke sektor new power generation menuju 2040 dengan membangun kolaborasi bersama para pemain kendaraan listrik (electric vehicle) dan pemangku kepentingan (stakeholders). Bahkan, mereka berani berinvestasi besar miliaran dolar untuk bisa leading di sektor ini. “There is a massive need for power in the developing markets, and over one billion people still lack access to electricity… This need will require a portfolio of power generation and digital solutions that will enable affordable, reliable and sustainable electricity,” dalam laporannya A Roadmap for the New Power Generation.

Giving Meaning

Agar purpose bekerja dalam aktivitas operasional, para the centennials mampu menerjemahkannya agar dapat memberi makna pada pekerjaan sehari-hari karyawan. Untuk itu, organisasi perusahaan biasanya berusaha melakukan translasi antara purpose ke budaya kerja (corporate culture), strategic intent, tactical strategy hingga ukuran-ukuran key performance indicators (KPI). Dalam hal ini, karyawan bisa merasakan apa yang diperjuangkan organisasi perusahaan untuk saat ini dan ke depan. “It’s fine to stress what to aim for, but people also need to know what the company stands for,” ujar Alex Hill. Dengan demikian, mereka merasa ikut memiliki purpose dan bertanggung jawab deliver kepada konsumen (sense of purpose).

Di balik kegagahan, macho, dan rebellious Harley Davidson (1903), eksisnya pemain motor besar ini salah satunya digerakkan oleh purpose yakni memberi kepuasan pada pelanggan. Apa yang mereka ciptakan ditujukan untuk memenuhi ekspektasi, harapan, dan preferensi konsumen. Untuk memberi kepuasan, merek motor asal Amerika Serikat ini memiliki leadership principles di internal yang menekankan berani ambil risiko dan tak takut menantang norma (go againts norm). Spirit ini menjiawai para karyawan untuk berani inovasi dan beda dalam mengembangkan produk. Leadership principles ini pun menjadi ciri yang melekat pada konsumen mereka.

Hanya ada satu purpose, vision, mission, dan core values dalam the centennials yang hebat.

(ach)