Arfian Prasetya Aji, Economist KISI Asset Management (KISI AM), menilai tekanan terhadap Rupiah masih akan berlanjut dalam jangka pendek, seiring dengan ketidakpastian global dan potensi revisi kebijakan suku bunga The Fed.
“Faktor eksternal masih mendominasi pergerakan Rupiah, terutama kebijakan moneter AS serta dinamika perdagangan global yang tengah berlangsung,” ujarnya.
Buruknya performa Rupiah di pasar valas hari ini disinyalir efek kelanjutan isu penerapan harga batu bara acuan (HBA) untuk kegiatan ekspor komoditas tersebut selama enam bulan. Akan tetapi, aturan HBA bisa menghambat permintaan dari China, bahkan boleh jadi membatalkan atau renegosiasi kontrak oleh pembeli.
Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) memberi saran kepada pemerintah untuk memberi waktu transisi perihal penerapan HBA selama enam bulan.
Pada bagian lain, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menyebut aturan tersebut secara otomatis berlaku terhadap mandatori penggunaan HBA untuk kegiatan ekspor batu bara.
Ini Alasan Ekspor Batu Bara RI Rawan Anjlok 2025
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir perdagangan tercatat ditutup di 6.617, 84. Terjadi kenaikan 86,44 poin (1,32%) dibandingkan dengan hari sebelumnya, kompak dengan Bursa Asia lainnya.
Sentimen utama IHSG hari ini datang dari pembicaraan bernada positif dari kabar terbaru tarif perdagangan global melegakan pasar setelah Presiden AS Donald Trump menyetujui penundaan pungutan baru bagi Meksiko dan Kanada.
(wep)































