Bloomberg Technoz, Jakarta – Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)menaikkan ketentuan modal minimum atau batas ekuitas perusahaan asuransi dan reasuransi –baik konvensional maupun syariah– dinilai perlu untuk mengurangi risiko yang erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat.
Direktur Utama Indonesia Financial Group (IFG) Hexana Tri Sasongko berpendapat sudah sepatutnya otoritas tersebut menaikkan batas ekuitas perusahaan asuransi maupun reasuransi.
Terlebih, kuatnya permodalan akan mengurangi sejumlah risiko yang mengintai perusahaan tersebut seperti litigasi, meroketnya tingkat reasuransi, dan meningkatnya volume klaim, alih-alih hanya untuk ekspansi bisnisnya.
"Perusahaan asuransi dan reasuransi harus memiliki ekuitas yang besar karena asuransi itu sebenarnya adalah skala ekonomi, seperti gotong royong. Makin besar populasinya yang ter-cover maka akan makin baik," katanya kepada awak media dalam jumpa pers Konferensi Nasional IFG 2023, Selasa (16/5/2023).
Hexana menyebut kenaikan batas ekuitas perusahaan asuransi dan reasuransi perlu diiringi dengan peningkatan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap produk dan layanan asuransi.
Tidak bisa dipungkiri, tingkat pengetahuan masyarakat akan produk dan layanan tersebut masih rendah. Berdasarkan data OJK, indeks literasi keuangan sektor asuransi berada di angka 31,7% atau lebih rendah dibandingkan dengan perbankan sebesar 49,93%.
Setali tiga uang, indeks inklusi keuangan sektor asuransi juga masih jauh dari harapan. OJK mencatat indeks inklusi keuangan sektor tersebut hanya 16,63% atau selisih sekitar 15% dari indeks literasinya.

Hexana mengungkapkan kondisi tersebut menandakan bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang belum percaya dengan produk dan layanan asuransi.
"Masih ada kesalahpahaman paradigma masyarakat Indonesia terhadap produk dan layanan asuransi yang membuat indeks inklusi dan literasi masih rendah," ujarnya.
Walaupun demikian, Hexana tidak menampik kesalahpahaman masyarakat terhadap produk dan layanan asuransi ikut disebabkan oleh kinerja dari perusahaan asuransi itu sendiri. Dengan demikian, menurutnya, perusahaan asuransi perlu adaptif terhadap sejumlah fenomena eksternal, baik dari dalam maupun luar negeri.
"Industri asuransi juga harus mengantisipasi berbagai fenomena eksternal seperti volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity pada makro ekonomi nasional, regional, dan global," tuturnya.
Hexana menambahkan fluktuasi pada variabel makro ekonomi seperti inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi akan sangat berdampak pada kinerja perusahaan asuransi.
Sekadar catatan, OJK sedang menyiapkan ketentuan baru batas ekuitas perusahaan asuransi dan reasuransi. Otoritas tersebut menaikkan batas ekuitas perusahaan asuransi konvensional menjadi Rp500 miliar. Untuk modal minimumnya mencapai Rp1 triliun pada 2028.
Lalu, batas modal minimum perusahaan reasuransi konvensional bakal ditingkatkan menjadi Rp1 triliun pada 2026 dan Rp2 triliun pada 2028 dari Rp200 miliar saat ini.
Sementara itu, batas ekuitas perusahaan asuransi syariah akan dinaikkan menjadi Rp250 miliar pada 2026 dari Rp50 miliar. Batas tersebut akan dinaikkan lagi menjadi Rp500 miliar pada 2028.
Kemudian, untuk batas ekuitas perusahaan reasuransi syariah akan ditingkatkan dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar pada 2026 dan akan dinaikkan kembali pada 2028 menjadi Rp1 triliun.
(rez/wdh)