Logo Bloomberg Technoz

Pada saat penggunaannya tengah dipacu di luar negeri, layanan QRIS di dalam negeri belum lama ini menuai sorotan selepas kejadian penyalahgunaan atau pemalsuan kode QRIS di berbagai kotak amal tempat ibadah di Tanah Air.

BI pun telah mengimbau masyarakat untuk melakukan pengecekan nama QRIS sebelum melakukan transaksi guna mencegah terjadinya penyalahgunaan QRIS seperti halnya terjadi di sejumlah masjid di Jakarta.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, mengatakan kewaspadaan ini juga tak hanya berlaku bagi masyarakat. Melainkan juga kepada Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) dan pedagang/merchant dalam hal ini termasuk tempat ibadah untuk bersama-sama meningkatkan keamanan dalam bertransaksi menggunakan QRIS.

"Dalam melakukan transaksi menggunakan QRIS, masyarakat diimbau untuk selalu memperhatikan informasi di dalam aplikasi pada saat memindai QRIS, antara lain memastikan nama pedagang/merchant yang tercantum," kata Erwin.

Erwin juga meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan transaksi apabila menemukan kejanggalan atau informasi yang tidak sesuai dengan profil pedagang/merchant yang menerima pembayaran atau informasi transaksi yang tidak sesuai dengan tujuan pembayaran.

Calon Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengikuti Fit and Proper di DPR RI, Senin (20/3/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Fokus Bank Sentral di IMF

Selain membahas soal transaksi lintas batas di sela pertemuan musim semi IMF-World Bank pekan ini, Perry menekankan agenda pada persoalan pertumbuhan ekonomi berikut tantangan yang dihadapi oleh negara-negara kawasan Asia Tengtara. 

Sekadar catatan, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN mencapai 4,4% pada 2023, relatif lebih baik dari proyeksi pertumbuhan global sebesar 2,8%. Indonesia, Vietnam dan Filipina masing-masing diproyeksikan tumbuh 5,0%, 5,8%, dan 6,0% pada tahun 2023. 

Dia mengatakan pemulihan perekonomian global masih disertai berbagai tantangan, mencakup tekanan inflasi yang tetap tinggi, kerentanan pada sektor perbankan dan kekhawatiran penyebaran pada sektor keuangan secara lebih luas, serta dampak dari perang di Ukraina yang terus berlanjut dengan tekanan geopolitik yang masih tinggi. 

Hal ini mengemuka dalam rangkaian Pertemuan Musim Semi International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank), termasuk di dalamnya pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G-20 yang diselenggarakan pada 10—15 April 2023 di Washington D.C. Amerika Serikat yang dihadiri oleh Perry dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

“Dengan perkembangan dan prospek perekonomian global yang makin kompleks, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral menyepakati Global Policy Agenda di mana pembuat kebijakan perlu fokus pada upaya menjaga stabilitas perekonomian, membantu negara dalam kelompok rentan, dan memastikan tercapainya kesejahteraan,” papar Perry.

Secara lebih detail, IMF mendorong respons kebijakan dengan immediate impact yaitu penurunan tingkat inflasi dan pengelolaan ekspektasi inflasi dengan komunikasi kebijakan yang jelas, pemantauan risiko stabilitas sistem keuangan, penguatan pengawasan, pengelolaan pergerakan nilai tukar, normalisasi kebijakan fiskal, penyediaan bantuan bagi kelompok rentan, serta peningkatan ketahanan pangan. 

Kebijakan jangka menengah meliputi antara lain pemulihan sustainabilitas fiskal, reformasi struktural untuk meningkatkan pasokan, serta mitigasi risiko pandemi.

Adapun, kebijakan jangka panjang meliputi penguatan kerja sama multilateral, penguatan stabilitas International Monetary System, pengentasan isu sektor kesehatan, serta percepatan upaya menuju ekonomi hijau, digital dan inklusif.

Pada kesempatan tersebut, Perry menekankan pentingnya menerapkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung pemulihan pertumbuhan. 

“Dalam hal ini, kebijakan bank sentral tidak hanya bertumpu pada kebijakan suku bunga, melainkan juga dapat menggunakan perangkat kebijakan lainnya seperti intervensi nilai tukar, capital flow management, serta kebijakan makroprudensial [bauran kebijakan],” terangnya. 

Untuk itu, lanjutnya, BI menyambut baik perkembangan diskusi dan pekerjaan terkait Integrated Policy Framework (IPF) dari IMF maupun Macro-Financial Stability Framework (MFSF) dari BIS. 

(wdh)

No more pages