Logo Bloomberg Technoz

The Fed Diramal Kerek Bunga Hingga 6%, Pelemahan Rupiah Berlanjut

Ruisa Khoiriyah
07 July 2023 08:30

Ilustrasi rupiah. (Dimas Ardian/Bloomberg)
Ilustrasi rupiah. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Belum ada daya ungkit meyakinkan untuk menolong nilai tukar rupiah dari tekanan yang semakin besar beberapa hari ke depan. Rupiah kemungkinan masih akan melanjutkan pelemahan untuk hari ketiga berturut-turut pada perdagangan terakhir pekan ini.

Rilis notula rapat Bank Sentral AS (the Fed) menggeser ekspektasi pasar untuk peluang kenaikan Fed fund rate (FFR) dari semula dua kali menjadi tiga kali di sisa tahun ini. Di pasar berjangka, ekspektasi pasar untuk kenaikan FFR di sisa tahun ini bukan lagi terhenti di 5,75%, tapi bunga acuan paling berpengaruh di dunia itu diperkirakan bisa semakin merambat ke 6% pada November nanti dengan probabilitas 11,6% dan 8,2% pada Desember.

Sebulan lalu, tidak ada satu pun pelaku pasar yang memperkirakan hal tersebut. Bahkan sebulan lalu, ekspektasi pasar masih meyakini akan ada pemangkasan bunga FFR pada 2023. Kini semua berbalik dengan pernyataan berulang dari pejabat The Fed untuk menggiring inflasi negeri Paman Sam ke target 2%, meski itu membutuhkan beberapa kali kenaikan bunga acuan yang dicemaskan bisa menjatuhkan perekonomian dalam resesi. Kesemua itu menjadi kabar buruk bagi mata uang yang menjadi lawan dolar Amerika, termasuk rupiah Indonesia.

Di pasar Non-Deliverable Futures (NDF), nilai rupiah diperdagangkan di Rp15.129/US$ untuk tenor sepekan pada pukul 6:28 WIB, Jumat (7/7/2023), setelah ditutup melemah Kamis lalu. Pergerakan kontrak berjangka rupiah itu kerapkali mempengaruhi perdagangan rupiah di pasar spot.

Di pasar spot, pairing USD/IDR kemarin ditutup melemah untuk hari kedua di level Rp15.045/US$. Sedangkan mengacu pada kurs referensi JISDOR Bank Indonesia, nilai rupiah juga lebih lemah di posisi Rp15.062/US$.