“Karena beliau membayangkan harus ada akselerasi besar-besaran. tahun depan sudah ada anggaran untuk renovasi yang sudah tertulis dalam APBN 2026 sekitar 400.000 tapi bahkan beliau setuju sampai 2 juta sekalipun untuk renovasi, tidak ada masalah,” ujarnya.
Namun, Fahri menegaskan tantangan utama berada pada target pembangunan satu juta rumah di kawasan perkotaan, terutama terkait keterbatasan lahan.
“Tetapi yang 1 juta di perkotaan, ini kita memang memerlukan satu mekanisme percepatan, akselerasi karena di perkotaan itu ada banyak masalah ketersediaan lahan yang memang sangat sulit dan inilah yang kami lagi desain konsepnya dalam bentuk peraturan yang dibutuhkan. Mungkin setingkat perpres atau PP yang sedang kami siapkan, mungkin itu saja,” kata Fahri.
Ia menilai selama ini kewenangan pembangunan perumahan tersebar di berbagai instansi, sehingga menghambat percepatan realisasi.
“Mengambil contoh dari banyak negara memang harus ada satu kelembagaan yang mengurusi semuanya. Selama ini kewenangan itu tersebar di banyak lembaga, tanah di tempat lain, ijin di tempat lain, pembiayaan di tempat lain. Harus ada lembaga yang mengkonsolidasi semua jenis keperluan untuk percepatan pembangunan perumahan,” ujarnya.
Fahri menyebut koordinasi pembentukan lembaga tersebut telah dilakukan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Kementerian Sekretariat Negara, dengan target pengesahan pada awal tahun depan.
“Kami sudah koordinasi dengan Menpan dan Mensesneg dan mudah-mudahan 1-2 hari ini kami ada pertemuan lagi dan kalau bisa di awal tahun itu sudah kita sahkan,” katanya.
Ia juga mengungkapkan koordinasi dengan Danantara yang diproyeksikan menjadi salah satu penyedia lahan terbesar, khususnya untuk pengembangan berbasis Transit Oriented Development (TOD).
“Saya juga berkoordinasi dengan Danantara karena salah satu penyedia lahan yang paling masif nanti terutama untuk konsep TOD, Transit Oriented Development, itu nanti Danantara.” katanya
(ell)































