Pasar sedang menanti apakah The Fed tetap mempertahankan nada hawkish dengan menahan suku bunga, atau mulai condong ke arah pelonggaran kebijakan pada awal tahun depan. Ketidakpastian ini terus menggelayuti pergerakan rupiah yang sensitif terhadap perubahan sentimen jangka pendek.
Di sisi domestik, Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan kebijakan stabilisasi lewat intervensi di pasar valuta asing dan operasi moneter. Namun, agaknya pasar masih menunggu adanya sinyal lebih kuat mengenai arah kebijakan suku bunga BI ke depan.
Jika suku bunga acuan bertahan untuk menjaga stabilitas rupiah, maka ruang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi semakin terbatas. Ini menjadi dilema bagi otoritas moneter, yakni menjaga rupiah tetap stabil tanpa menahan pemulihan ekonomi.
Sementara, stabilitas global masih menunjukkan kerapuhannya. Perdagangan dunia belum menunjukkan perubahan ke arah yang lebih positif, di tengah gangguan rantai pasok dan tekanan harga energi yang kembali meningkat.
Kabar dari Asia pun belum menggembirakan. Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur China dikabarkan berada pada zona kontraksi di 49,2, menandakan bahwa pemulihan ekonomi negara tersebut masih tersendat.
Sebagai mitra dagang terbesar Indonesia, perlambatan aktivitas manufaktur China berpotensi menekan permintaan ekspor Indonesia, terutama komoditas yang selama ini menjadi penopang devisa.
(riset/aji)






























