Berdasarkan data citra satelit pada 2025, Walhi mencatat pembukaan hutan di areal harangan Tapanuli yakni di Batang Toru, Tapanuli Selatan sangat masif terjadi.
Lokasi tersebut padahal memiliki nilai konservasi tinggi dan menjadi benteng alam jika hujan terjadi.
“Tak jauh dari lokasi penambangan emas, muncul pada 2025 lahan gundul yang luas di daerah Tapanuli Tengah,” tulis kata Rianda.
Secara administratif, kata dia, ekosistem Batang Toru 66,7% terletak di Tapanuli Utara, 22,6% di Tapanuli Selatan, dan 10,7% di Tapanuli Tengah.
“Sebagai bagian dari Bukit Barisan, hutan ini menjadi sumber air utama, mencegah banjir dan erosi, serta menjadi pusat Daerah Aliran Sungai [DAS] menuju wilayah hilir,” tegas dia.
Rianda juga mencatat PTAR berencana meningkatkan kapasitas produksi emas menjadi 7 juta ton per tahun dari rata-rata produksi sebesar 6 juta ton per tahun.
Walhi menyatakan entitas bisnis PT United Tractors Tbk. (UNTR) tersebut berencana membuka 583 hektar (ha) lahan baru untuk fasilitas tailing, termasuk akan menebang sekitar 185.554 pohon.
“Investigasi WALHI menemukan bahwa sekitar 120 hektare sudah dibuka. Dokumen dampak lingkungan [Amdal] perusahaan itu sendiri mencantumkan risiko; perubahan pola aliran sungai, peningkatan limpasan, penurunan kualitas air, hilangnya vegetasi, rusaknya habitat satwa,” tegas Rianda.
Sebagai catatan, 95% saham PTAR tercatat dimiliki oleh PT Danusa Tambang Nusantara yang merupakan anak perusahaan PT Pamapersada Nusantara (Pama) dan PT United Tractors Tbk. (UNTR).
Konstruksi tambang tersebut dimulai sejak 2008 dan produksi dimulai pada 2012. Total area konsesi yang mencakup tambang emas martabe tercantum dalam kontrak karya 30 tahun generasi keenam antara PTAR dan pemerintah.
Luas awal yang ditetapkan pada 1997 tercatat selebar 6.560 km persegi (km2), tetapi dengan beberapa pelepasan kini menjadi 130.252 hektare (ha) yang berlokasi di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Mandailing Natal.
Area operasional tambang emas Martabe dalam konsesi tersebut terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas area 509 ha per Januari 2022.
PTAR mengoperasikan tiga pit terbuka; Pit Ramba Joring yang dibuka pada 2017, Pit Barani dibuka pada 2016, dan Pit Purnama yang dibuka pada 2011.
Sepanjang 2024, PTAR mencatatkan penambangan bijih sebesar 6,9 juta ton naik 21% dibandingkan dengnan tahun sebelumnya yang sebanyak 5,7 juta ton. Penggilingan bijih tercatat sebesar 6,7 juta ton naik 1,5% dibandingkan dengan 2023.
Di sisi lain, perusahaan juga melakukan eksplorasi di area Martabe dan regional. Sepanjang 2024, perusahaan melakukan pengeboran 37.200 meter.
Adapun, manajemen PTAR membantah aktivitas tambang perusahaan memperparah bencana banjir di Sumut, sebab lokasi banjir bandang di Desa Garoga berada di daerah aliran sungai (DAS) Garoga yang berbeda dan tidak terhubung dengan lokasi PTAR beroperasi di DAS Aek Pahu.
Senior Manager Corporate Communications PTAR Katarina Siburian Hardono menjelaskan operasi tambang dijalankan dengan meminimalkan dampak lingkungan serta mematuhi peraturan yang berlaku.
Dia juga mengklaim operasional tambang telah mencakup upaya mitigasi banjir, serta memastikan konservasi hutan dan keanekaragaman hayati di area tambang dan sekitarnya.
“Pemantauan kami juga tidak menemukan material kayu di DAS Aek Pahu yang dapat dikaitkan dengan temuan di wilayah banjir,” kata Katarina ketika dimintai konfirmasi Bloomberg Technoz, Senin (1/12/2025).
Terpisah, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung juga membantah tudingan Walhi tersebut.
Serupa seperti pernyataan PTAR, Yuliot menyatakan wilayah kerja tambang emas Martabe berada jauh dari lokasi terjadinya banjir bandang.
“Enggak, katanya wilayah kerjanya jauh,” kata Yuliot saat membantah aktivitas tambang tersebut memperparah banjir di Sumut, kepada awak media, di kantor Kementerian ESDM, Senin (1/12/2025).
(azr/wdh)



























