Logo Bloomberg Technoz

Sebelumnya penelusuran Bloomberg Technoz menemukan banyaknya keluhan dari pengulas di aplikasi Dana Syariah di App Store dan Play Store, diduga sebagai lender yang curhat dana investasinya belum kembali. Mereka member penilaian (rating) bintang satu hingga ulasan (review) negatif karena pengalaman penarikan dana.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) turut buka suara ikhwal adanya potensi kemacetan pengembalian dana dari salah satu anggotanya, PT DSI. Mereka mengaku sedang berkomunikasi dengan platform pindar berbasis syariah tersebut serta OJK.

Bloomberg Technoz sempat menelusuri kantor PT DSI yang terletak pada lantai 12 di sebuah gedung perkantoran bilangan Jakarta Selatan dan didapati tak ada aktivitas di kantor tersebut. Sedangkan, menurut informasi dari sejumlah pihak yang mengetahui operasional PT DSI, mereka melakukan penutupan seluruh pengunjung atau visitor hingga Jumat (10/10/2025) ke lantai mereka.

Langkah Mitigasi PT DSI

Manajemen PT Dana Syariah Indonesia telah merespons pernyataan OJK sebelumnya bahwa mereka telah diminta keterangan terkait dugaan lender sulit menarik dana investasi mereka, serta macetnya pembayaran bagi hasil.

Direktur Utama PT Dana Syariah Indonesia Taufiq Aljufri menyatakan telah melakukan mitigasi atas mandeknya pengembalian dana pokok dan bagi hasil milik lender. Perusahaan mengeklaim proaktif melakukan penagihan secara insentif kepada borrower yang menunggak.

Mitigasi kedua adalah melakukan optimalisasi agunan, "termasuk penjualan agunan secara sah, transparan, dan sesuai dengan ketentuan hukum. Seluruh hasil yang diperoleh akan dialokasikan secara proporsional untuk pengembalian dana kepada para lender."

Upaya penyelesaian ketiga adalah penjajakan kemitraan strategis dalam rangka penguatan likuiditas. "Kami tengah menjajaki kerja sama dengan investor dan/atau mitra strategis, dalam rangka untuk memperkuat struktur permodalan dan mempercepat penyelesaian kewajiban finansial kepada para pendana."

Kasus Baru dan Kerentanan Industri Fintech P2P

Kemunculan kasus kredit macet di industri Fintech P2P Lending menjadi gambaran manajemen risiko yang baru pengelola platform yang menjembatani antara borrower dan lender.

"Terlebih, ketika para borrower DSI yang utamanya berasal dari sektor properti sudah mengajukan penundaan pembayaran sejak tahun 2024 lalu, seharusnya DSI segera menindaklanjuti secara tegas," jelas Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UKM INDEF, Izzudin Al Farras Adha.

Meski demikian Izzudin memberi apresiasi atas  transparansi yang Dana Syariah Indonesia sampaikan serta komitmen memperbaiki sengkarut dana lender. Ia menyarankan kepada perusahaan menjadikan kasus ini menjadi pembelajaran dalam proses penyaluran pembiayaan.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengamati bahwa kasus penyelesaian PT DSI relatif lebih aman. Dasarnya adalah perusahaan berfokus pada bisnis properti dan terdapat jaminan aset propertinya.

“Dengan model bisnis properti dan ada jaminan aset propertinya, seharusnya investasi lewat Dana Syariah Indonesia (DSI) lebih aman dibandingkan model bisnis lainnya. Secara, ada aset yang secara kasat mata bisa dilihat,” kata Huda kepada Bloomberg Technoz, Rabu (15/10/2025).

Dengan kondisi perekonomian yang masih lesu, permintaan rumah cenderung melambat. Alhasil, pengembalian investasi di sektor properti bakal cenderung lebih melambat. "Pengembalian investasi kan menunggu rumah jadi dan terjual. Sedangkan prosesnya lama. Jadi pengembalian investasinya jangka pendek (bulanan) tapi proses penjualan hingga uang diterima oleh pengembang, bisa lama, kata Huda.

Kecuali, tutur dia, permintaan modalnya hanya sebagian kecil atau sisa biaya pembangunan. Oleh karena itu, Huda menilai model bisnis fintech lending untuk pembiayaan proyek properti mempunyai risiko keterlambatan pembayaran bunga yang bakal cukup tinggi.

Meski demikian masih ada sejumlah catatan, yaitu ragam perbaikan dalam model bisnis, terutama yang memiliki karakteristik tertentu. “Pembiayaan properti tentu berbeda siklus arus kas-nya dibandingkan pembiayaan untuk sektor ritel. Risiko keterlambatan pembayaran harus bisa diminimalisir melalui sistem yang lebih adaptif terhadap semua model bisnis,” tutup Huda.

(far/wep)

No more pages