Bloomberg Technoz, Jakarta - Kebijakan papan pemantauan khusus full call auction (FCA), yang dinilai pelaku pasar sebagai penyebab paling signifikan absennya saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai konstituen MSCI Global Standard Index, masih menjadi perhatian pelaku pasar.
Dari kejadian itu justru terungkap, MSCI sejatinya sudah sejak lama memberikan kode untuk tidak memasukkan saham yang pernah masuk FCA Kriteria 10 sebagai konstituen.
Sebagai informasi, FCA Kriteria 10 berisi saham dengan notasi khusus karena mengalami suspensi selama lebih dari satu hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.
Dalam dokumen MSCI Global Investable Market Indexes Methodology yang diterbitkan pada Agustus 2024 dijelaskan, MSCI menyinggung soal bursa saham Taiwan dan Indonesia, khususnya terkait FCA.
"Selama Tinjauan Indeks, mulai dari tanggal cut off hingga dua hari kerja sebelum tanggal efektif Tinjauan Indeks, MSCI tidak akan menerapkan penambahan apa pun pada Investable Market Index (IMI) dan migrasi segmen bobot dalam IMI untuk saham yang masuk ke papan berikut:
- Indonesia Watchlist Board due to Criteria 10
- Taiwan Disposition Board
Saham tersebut akan dievaluasi ulang untuk dimasukkan dalam Tinjauan Indeks berikutnya," seperti dikutip dari dokumen MSCI Global Investable Market Indexes Methodology.
Respons BEI
BEI pada bulan lalu menyampaikan surat kepada MSCI, yang intinya berisi penegasan jika unusual market activity (UMA) dan suspensi yang berujung pada masuknya suatu saham ke dalam FCA Kriteria 10 bukanlah merupakan sebuah sanksi.
Namun, pelaku pasar menilai langkah itu terlambat dan kurang tepat.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik berdalih, dokumen tersebut adalah public announcement, bukan arahan dari MSCI kepada BEI untuk menghapus UMA.

"Kami belum pernah menerima surat dari MSCI maupun index provider lain yang meminta UMA dihapus. Saya kira index provider sangat menghormati kewenangan IDX seperti IDX juga menghormati kewenangan dan independensi index provider," kata Jeffrey kepada Bloomberg Technoz, Selasa (20/5/2025).
"Itu adalah public announcement, bukan surat permintaan kepada BEI untuk menghapus UMA. Tidak ada kalimat yang ditujukan kepada BEI untuk menghapus UMA."
Pelaku Pasar Minta BEI Lakukan Penyesuaian
Pengamat Pasar Modal Kartika Sutandi menjelaskan, FCA secara langsung menurunkan likuiditas saham. Akibatnya, saham-saham yang terkena FCA atau UMA akan otomatis gugur dari proses seleksi indeks global.
“FCA itu mengurangi likuiditas. Kalau likuiditasnya turun, saham Indonesia tidak akan masuk ke indeks global seperti MSCI,” ujar Kartika, Selasa (20/5/2025).
Ia menekankan, MSCI memiliki ketentuan eksplisit yang mengecualikan saham-saham yang masuk daftar UMA atau terkena skema FCA dari proses seleksi.
Menurut Kartika, pendekatan teknis dari otoritas pasar modal Indonesia tak akan mampu mengubah keputusan MSCI.
“Analoginya seperti ini, anda mau ekspor barang, pembeli sudah bilang tidak mau produk mengandung babi. Tapi anda justru jelaskan bahwa babi itu sehat. Tidak akan diterima juga,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia, Budi Frensidy. Ia menyebut penghapusan FCA jauh lebih penting ketimbang sekadar mengejar free float minimum pasca-IPO untuk masuk indeks MSCI.
“MSCI tidak akan memasukkan semua emiten yang pernah mengalami FCA, UMA, suspensi, dan sanksi lainnya dalam setahun terakhir ke dalam indeksnya,” kata Budi pada Senin (19/5/2025).
Ia menyoroti khusus FCA Kriteria 10, yang mencakup saham-saham yang sebelumnya masuk dalam daftar UMA.
Budi menilai BEI seharusnya segera meninjau ulang atau menghapus aturan ini. Ia juga menilai langkah BEI menyurati MSCI untuk menjelaskan bahwa UMA bukan sanksi atau hukuman, dan bahwa FCA hanya meredam volatilitas harga selama tujuh hari, tidak cukup efektif.
(dhf)