Logo Bloomberg Technoz

Permintaan Stainless Steel Turun, Bisnis Smelter Nikel RKEF Jenuh

Rezha Hadyan
09 May 2023 20:00

Ilustrasi pabrik feronikel (dok PT Aneka Tambang Persero)
Ilustrasi pabrik feronikel (dok PT Aneka Tambang Persero)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Industri fasilitas pengolahan atau smelter bijih nikel berbasis rotary kiln-electric furnace (RKEF) di Indonesia dinilai sudah mencapai titik jenuhnya. Dengan demikian, moratorium atau pembatasan pembangunan smelter tersebut sudah sangat mendesak untuk direalisasikan.

Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Alexander Barus menyebut jumlah lini pengolahan bijih nikel di Indonesia sudah mencapai 140 unit yang dengan kemampuan produksi mencapai 130 juta metrik ton per tahun. Angka tersebut tidak sebanding dengan volume produksi tahunan tambang bijih nikel yang tak lebih dari 100 juta metrik ton.

“Investasi di smelter yang menghasilkan NPI [nickel pig iron] dan feronikel sudah seharusnya dibatasi. Sekarang sudah 140 line dengan kapasitas produksi 130 juta metrik ton. Penambang mau dapat 100 juta metrik ton saja harus kerja keras,” katanya ketika ditemui usai Reuni 45 Tahun Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) 1978 di The Westin Hotel, Jakarta Selatan, Selasa (9/52023).

Lebih lanjut, Alexander mengungkapkan investasi smelter nikel berbasis RKEF juga perlu dibatasi sejalan  dengan menurunnya permintaan baja nirkarat (stainless steel). Hal tersebut terjadi akibat menurunnya pembangunan proyek perkantoran, perumahan, hingga infrastruktur di sejumlah negara karena pelemahan ekonomi global.

“Jadi, kalau kita bangun smelter baru tetapi permintaan sedang turun kan enggak ada gunanya juga. Proyek infrastruktur di dalam negeri enggak bisa serap [produksinya] semua. Real estat pun tidak juga,” tuturnya.

Pabrik pengelohan feronikel di Pulau Obi, Maluku milik Harita Nickel. (Dok Dimas Ardian/Bloomberg)