Logo Bloomberg Technoz

Menurut pengawas dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Iran mematuhi ketentuan kesepakatan itu hingga pada 2018 AS menarik diri di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Pada saat itu, pembatasan pada upaya pengayaan atom Iran berarti mereka memerlukan waktu satu tahun untuk memproduksi cukup bahan fisil guna membuat senjata nuklir.

Setahun setelah AS meninggalkan kesepakatan dan menerapkan kembali sanksi - yang berarti Iran kehilangan manfaat ekonomi yang dijanjikan dari kesepakatan itu - Teheran mulai meningkatkan kembali program mereka. Iran telah mengumpulkan cukup uranium yang diperkaya untuk membangun beberapa bom jika para pemimpinnya memilih untuk memurnikan logam berat tersebut ke level 90% yang biasanya digunakan dalam senjata. Selain itu, Iran tidak hanya kembali memperkaya uranium hingga 20% tetapi untuk pertama kalinya meningkat menjadi 60%, tingkat kemurnian yang menurut IAEA secara teknis tidak bisa dibedakan dengan bahan bakar tingkat senjata.

Pasokan nuklir Iran. (Sumber: Bloomberg)

2. Mengapa pengayaan uranium begitu penting?

Mendapatkan bahan yang diperlukan untuk memicu fisi atom adalah langkah tersulit dalam proses pembuatan pembangkit listrik tenaga nuklir atau bom. Negara-negara perlu mengembangkan infrastruktur industri untuk memproduksi isotop uranium-235, yang kurang dari 1% dari bijih uranium tetapi merupakan kunci untuk mempertahankan reaksi berantai fisi.

Ribuan sentrifugal yang berputar dengan kecepatan supersonik digunakan untuk memisahkan bahan tersebut. IAEA melacak perubahan gram demi gram dalam persediaan uranium di seluruh dunia untuk memastikan uranium tersebut tidak dialihkan untuk dijadikan senjata.

Iran selalu menyatakan bahwa pihaknya mengupayakan energi nuklir, bukan senjata nuklir, tetapi negara-negara besar meragukan klaim tersebut. Iran telah membangun fasilitas bawah tanah yang diperkuat baja di dua lokasi pengayaan utama mereka di Fordow dan Natanz, sehingga lebih sulit menjadi sasaran serangan udara.

3. Apa lagi yang dibutuhkan Iran untuk bisa meluncurkan senjata nuklir?

Selain bahan fisil, ada mekanisme bom dan cara pengirimannya. Kemungkinan besar Iran sudah memiliki pengetahuan teknis untuk memproduksi perangkat implosi rakitan senjata sederhana seperti yang dijatuhkan AS di Hiroshima pada tahun 1945. Seorang pilot Iran harus bisa selamat dalam serangan udara ke wilayah musuh untuk meluncurkannya. Selain itu, perangkat keras tersebut bisa saja dikirimkan di dalam kontainer yang dikirim melalui darat atau dikemas di atas kapal.

Untuk menyerang sasaran jauh, Iran membutuhkan hulu ledak yang dibuat cukup kecil untuk dibawa di atas salah satu rudal balistik mereka dan dapat bertahan saat masuk kembali ke atmosfer bumi. Iran melakukan penelitian tentang cara merakit perangkat semacam itu hingga 2003. Menurut laporan intelijen AS, Iran kemungkinan besar belum melanjutkan penelitian tersebut. Perkiraan berapa lama waktu yang dibutuhkan Iran untuk menyelesaikan pekerjaan yang diperlukan berkisar antara empat bulan hingga dua tahun. Rudal balistik mereka yang paling kuat diperkirakan memiliki jangkauan hingga 5.000 kilometer, yang menjangkau seluruh Eropa.

4. Bisakah Israel menyerang fasilitas nuklir Iran?

Israel telah lama menganggap kemungkinan Iran bersenjata nuklir sebagai ancaman eksistensial, dan berusaha membatasi ambisi nuklir negara tersebut dengan kekerasan. Israel secara luas dianggap berada di balik pembunuhan enam ilmuwan nuklir Iran di Teheran sejak 2010, dan beberapa serangan terhadap situs nuklir di Iran.

Para pejabat Israel telah berulang kali menyatakan bahwa jika Iran berada di ambang kemampuan senjata nuklir, mereka akan menyerang program nuklirnya menggunakan kekuatan udara. Negara tersebut menguji rencana serangan selama simulasi perang yang disebut Chariots of Fire pada 2022.

Meskipun Israel berhasil menghancurkan reaktor Irak yang sedang dibangun pada 1981 dan mengebom lokasi yang diduga sebagai situs nuklir Suriah pada 2007, tantangan yang ditimbulkan oleh Iran jauh lebih besar. Fasilitas nuklir Iran begitu banyak sehingga pejabat intelijen memperingatkan bahwa serangan hanya akan menunda, bukan menghancurkan, kemampuan Iran untuk mengumpulkan teknologi yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir.

Pada 13 April, Iran untuk pertama kalinya menembakkan senjata konvensional ke Israel dari wilayahnya sendiri. Israel sedang menimbang bagaimana untuk membalas serangan drone dan rudal - yang hampir semuanya berhasil dihancurkan. Para pemimpin dunia mendesaknya untuk tidak memperparah konflik.

Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi mengatakan Iran untuk sementara menutup fasilitas nuklirnya sebagai tindakan keamanan setelah serangannya ke Israel. Grossi mengatakan dia selalu khawatir tentang kemungkinan serangan Israel terhadap situs nuklir Iran, dan menyerukan kedua pihak "menahan diri sekeras mungkin."

(bbn)

No more pages