Logo Bloomberg Technoz

Menurut Said, bukan tidak mungkin situasi ini dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu. Selanggam dengan pendapat Zulhas, Said mengatakan peritel dan pengusaha beras enggan memasok ke gerai-gerai ritel modern karena dapat menimbulkan kerugian di tengah HET yang jauh di bawah harga pasar beras.

Namun, Said melanjutkan, pemerintah perlu mewaspadai motif politik di balik aksi spekulasi tersebut. Terlebih, saat ini masyarakat tengah dihadapkan pada kondisi ketidakpastian usai penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dalam menunggu hasil resmi yang bakal diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Bisa jadi, ini dugaan yang sangat prematur karena saya masih mengumpulkan informasi, tetapi kalau ada yang memainkan bisa jadi motifnya bergeser dari ekonomi ke politik dalam situasi saat ini,” ujarnya

“Ini perlu dilihat lebih jauh karena justru momentum politik lebih kuat dibandingkan dengan momentum ekonomi. Walaupun secara ekonomi akan punya impact juga, tetapi bisa jadi dimainkan ke arah sana. Ini perlu diwaspadai lebih lanjut."

Motif politik dibalik aksi spekulasi, kata Said, bertujuan untuk menciptakan situasi yang tidak kondusif secara politis dan keamanan. Kondisi pangan pokok yang tidak strategis rentan mengundang aksi protes dari masyarakat dan menciptakan gejolak sosial. 

Penjualan beras di supermarket. (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Tekanan Kelas Bawah

Di lain sisi, pemerintah juga perlu memikirkan dampak tidak terduga dari kelangkaan beras premium jika terjadi dalam rentang lebih panjang. Walaupun beras premium hanya dikonsumsi oleh segelintir kelas masyarakat, kata Said, bukan tidak mungkin nantinya terdapat migrasi konsumsi besar-besaran dari kelas ini ke tipe beras medium.

Masyarakat dengan tingkat kesejahteraan menengah atas yang tidak mampu membeli beras premium dengan harga yang melambung tentu bakal beralih ke beras medium, yang sebenarnya ditujukan untuk masyarakat kelas menengah bawah.

Pasokan beras medium, kata Said, tentu akan berkurang bila masyarakat kelas menengah membeli beras medium. Terlebih, saat ini pasokannya makin tergerus karena belum ada tambahan produksi. Hal ini pada akhirnya akan membuat masyarakat menengah bawah semakin terhimpit.

“Ada potensi konsumsi beras bergeser dari yang premium ke medium. Walaupun kelas menengah atas [yang mampu] akan beli impor, tetapi kalau menengah yang tidak [mampu] yakni kuantil 2 itu agak repot,” ujarnya. 

Suasana di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta Timur, Senin(12/2/2024). (Bloomberg Technoz/Dovana Hasiana)


Panic Buying

Di tengah-tengah isu kelangkaan beras di ritel modern, Said melihat, peristiwa pembelian secara berlebihan atau panic buying belum terjadi. Apalagi, saat ini ritel tengah menerapkan kebijakan pembatasan pembelian maksimal 10 kilogram per pembeli untuk beras. 

Namun, bila hal itu terjadi, tentu pasokan akan makin menipis karena serapannya hanya menumpuk pada kelompok-kelompok tertentu. Selain itu, hal ini berpotensi digunakan untuk kepentingan lainnya yang pada akhirnya tetap akan membebankan masyarakat.

“Stok masih akan terbatas dan menumpuk di satu kelompok tertentu. Kalau ada yang memanfaatkan untuk kepentingan lain, politik dan ekonomi, yang kasian masyarakat banyak,” pungkasnya.

Bersamaan dengan upaya Perum Bulog (Persero) untuk mempertahankan stok beras milik pemerintah, isu gangguan pasok beras premium di gerai-gerai ritel modern masih tidak kunjung bisa diatasi.

Beras langka di Indomaret dan Alfamart. (Sumber: Azzura/Bloomberg Technoz)

PT Indomarco Prismatama (Indomaret), misalnya, mengaku masih kesulitan mendapatkan pasokan untuk pemenuhan stok beras di gerai-gerai ritel segmen kelontong atau minimarket miliknya.

Di lain sisi, sejumlah pemberitaan menyebutkan bahwa beberapa masyarakat Indonesia rela antre panjang untuk mendapatkan beras murah dalam program Pasar Murah.

Pemerintah melalui Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya mengucapkan harga beras yang melambung tinggi di atas HET yang ditetapkan pemerintah. Kenaikan harga beras premium, kata Zulhas, berkaitan dengan kemunduran masa panen imbas fenomena iklim El Nino.

Dia mengeklaim pasokan beras modern sebenarnya tersedia, tetapi gerai ritel modern memutuskan untuk tidak menjual karena harga melambung di atas HET.

“Tidak ambil karena premium harga tinggi. Ada Rp72.000 per 5 kg, ada yang Rp80.000 per 5 kg. HET kan Rp69.500 per 5 kg. Maka ritel modern tidak menjual premium,” ujar Zulhas di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).

Saat ini HET beras diatur dalam Peraturan Badan Pangan (Perbadan) Nasional Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras.

Dalam perbadan tersebut, pemerintah mengatur HET beras berdasarkan zonasi. Untuk Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi, HET beras medium senilai Rp. 10.900/kg sedangkan beras premium Rp. 13.900/kg.

Sementara itu, untuk Zona 2 meliputi Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan, HET beras medium dibanderol Rp. 11.500/kg dan beras premium Rp.14.400/kg.

Di zona 3 yang meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium dipatok Rp. 11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp. 14.800/kg. 

(dov/wdh)

No more pages