Meski begitu, ada sejumlah indikator yang tetap perlu diantisipasi pasar, seperti penyaluran kredit perbankan yang cenderung stagnan di tengah tingginya likuiditas beredar. Sebab, kondisi uang beredar yang terlalu cepat daripada perkembangan output permintaan dapat menyebabkan overheat ekonomi, lantaran kenaikan harga.
Terkait hal ini, Laporan Indonesia Outlook 2026 yang dirilis LPEM Universitas Indonesia menggarisbawahi tentang banyaknya indikator yang menyiratkan adanya pelemahan permintaan domestik dan perlambatan aktivitas produksi.
Volatilitas Pasar Uang
Anna Wu, Strategist Lintas Aset di Van Eck Associates Corp, sebagaimana dikutip dari Bloomberg News menyebut gejolak di pasar emerging market tetap berlanjut. Volatilitas ini dipengaruhi faktor internal dan eksternal.
“Pasar saat ini cukup emosional, baik valas maupun saham kemungkinan tetap bergejolak menjelang akhir tahun,” ujarnya.
Beberapa sentimen yang masih membayangi volatilitas pasar uang adalah inkonsistensi indikator-indikator makro dan mikro.
“Kondisi saat ini menunjukkan adanya fenomena penurunan kelas menengah dan meningkatnya porsi tenaga kerja sektor informal, serta adanya pelemahan daya beli,” tulis laporan LPEM Universitas Indonesia dalam laporan Indonesia Economic Outlook 2026.
Dalam bayang-bayang sentimen itu, Bank Indonesia bertekad menjaga stabilitas rupiah di tengah ketidakpastian global. Beberapa waktu lalu, Bank Indonesia melakukan intervensi memperkokoh posisi rupiah dengan menggunakan cadangan devisa.
Di sisi lain, menurut Laporan Samuel Sekuritas pasar domestik akan diperkuat oleh aktivitas korporasi, seperti restrukturisasi BUMN hingga pendalaman pasar modal. Hal ini diprediksi akan memperkuat diferensiasi sektoral, terutama sektor energi, keuangan, dan layanan digital.
“Konsumsi rumah tangga tetap menjadi pilar utama menjelang musim liburan, meski kondisi tenaga kerja yang tidak merata dapat menahan momentum pemulihan,” tulis laporan Samuel Sekuritas.
(riset)































