Logo Bloomberg Technoz

Kepastian Regulasi

Selain itu, Moshe memandang investor tidak hanya mempertimbangkan potensi migas di suatu wilayah ketika ingin berinvestasi jangka panjang. Mereka turut memerhatikan kepastian regulasi dari negara tempat berinvestasi tersebut.

Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk memberikan kepastian regulasi bagi pengusaha migas di Indonesia. Langkah tersebut bisa dilakukan dengan menjaga regulasi di Indonesia agar tak berubah tiba-tiba dan mengajak perwakilan pengusaha ketika proses pembahasan regulasi baru tersebut.

Makanya pemerintah harus lebih bijak, saya sarankan apa-apa keluarin dari regulasi, apa-apa buat kebijakan harus bisa berdiskusi dulu dengan semua stakeholders, ternasuk industri,” tegas Moshe.

Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan baru saja membuka lelang sembilan blok migas pada Selasa (14/10/2025). Kementerian juga melempar sinyal Shell bisa saja melirik salah satu dari sembilan WK migas tersebut.

Direktur Jenderal (Dirjen) Migas Laode Sulaeman menjelaskan sembilan blok migas yang dilelang tersebut diumumkan di perhelatan Asia Pacific Oil & Gas Conference and Exhibition (APOGCE).

Akan tetapi, dia belum dapat memastikan apakah Shell memang berminat di salah satu blok migas yang dilelang atau tidak.

“Tadi kita umumkan ada enggak? di APOGCE tadi, kita umumkan 9 blok di situ,” kata Laode ditemui awak media, di kantor Kementerian ESDM, Selasa (14/10/2025).

“Saya enggak hafal nama-namanya masing-masing, silakan dicek ya,” kata Laode, menjawab soal kemungkinan Shell berminat di salah satu blok migas yang dilelang.

Adapun, sembilan WK migas yang dimaksud terdiri atas; pertama, WK Natuna D Alpha yang dikelola oleh KUFPEC memiliki potensi sumber daya mencapai 2.865 juta barel minyak (MMBO) dan 46 triliun kaki kubik gas (TCF).

Kedua, WK Southwest Andaman yang digarap oleh Mubadala memiliki potensi sekitar 3.085 miliar kaki kubik gas (BSCF). Ketiga, WK Jalu yang pelaksana studinya adalah Armada Etan, memiliki potensi 2.965 BSCF.

Keempat, WK Karunia yang dikelola oleh Texcal Mahato tercatat memiliki potensi 82 juta barel minyak (MMBO) dan 132 BSCF gas.

Kelima, WK Muara Tembesi yang dikaji oleh PT Tenang Wijaya Sejahtera memiliki potensi mencapai 56 MMBO dan 953 BSCF.

Keenam, WK Abar–Anggursi menyimpan potensi sekitar 357 MMBO dan 1.804 BSCF. Ketujuh, WK Barong yang dikerjakan oleh Inpex memiliki potensi gas sebesar 2.911 BSCF.

Kedelapan, WK Drawa yang digarap oleh BP bersama konsorsium memiliki potensi 360 BSCF. Kesembilan, WK Bintuni—juga dikerjakan oleh BP dan konsorsium—memiliki potensi mencapai 2,1 TCF gas.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan kepastian WK migas yang diminati Shell untuk dilakukan eksplorasi akan diumumkan pada November 2025.

Pengumuman akan dilakukan setelah SKK Migas melakukan pertemuan lanjutan dengan raksasa migas Inggris tersebut.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Heru Setyadi menjelaskan tim teknis Shell saat ini masih mengevaluasi sejumlah WK migas yang potensial di Indonesia. Akan tetapi, dia enggan mengungkapkan WK mana saja yang tengah dipertimbangkan oleh Shell.

Hasil dari evaluasi itu, menurut dia akan diumumkan setelah SKK Migas dan Shell Plc melakukan pertemuan lanjutan pada bulan depan.

“Bulan November SKK Migas berencana melakukan engagement lanjutan dari pertemuan sebelumnya,” kata Heru kepada Bloomberg Technoz, Senin (13/10/2025).

“Kami akan melakukan update setelah pertemuan November nanti, terkait dengan specific area of interest dari Shell,” tegas Heru.

Sebagai catatan, Shell pernah terlibat di industri hulu migas Indonesia sebagai pemegang hak partisipasi atau participating interest (PI) proyek Abadi Masela; ladang gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) raksasa di wilayah Tanimbar, Maluku.

Di Blok Masela, Shell bersama Inpex Corporation (Inpex) sebelumnya setuju untuk membangun fasilitas LNG dengan kapasitas tahunan sebesar 9,5 juta ton dalam kontrak pemulihan biaya senilai sekitar US$20 miliar.

Akan tetapi, pada 2020, Shell memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut dengan menjual 35% hak partisipasinya seharga US$2 miliar.

Upaya Shell untuk melakukan divestasi dari Blok Masela sejak itu berlarut-larut, sehingga menciptakan ketidakpastian seputar kelanjutan pengembangan Lapangan Abadi yang menyimpan 360 miliar meter kubik gas itu.

(azr/wdh)

No more pages