Tak hanya di Bintan, KPK juga mencatat dana reklamasi mineral logam di seluruh Indonesia yang berada di ESDM hanya berjumlah Rp26 triliun. Jumlah tersebut dinilai relatif kecil jika dibanding banyaknya IUP nasional dan kondisi tambang yang belum direklamasi.
“Kondisi di Bintan ini menjadi potret kasus nasional. Karena saya yakin hal yang sama juga terjadi di wilayah lain, banyak tambang yang tidak direklamasi, kalaupun ada jumlahnya sangat kecil,” ujar Agung.
KPK juga menyoroti dasar perhitungan jaminan reklamasi yang masih berdasarkan luas area, bukan volume tambang.
“Besaran jaminan reklamasi didasarkan pada luas area, yang seharusnya didasarkan pada volume. Artinya seharusnya besaran jaminan lebih besar dari ketentuan semula,” jelas Agung.
Persoalan lain adalah penempatan dana reklamasi baru dilakukan setelah izin usaha pertambangan keluar, yang membuat kewajiban reklamasi kurang mengikat.
Bahkan, ada pelaku usaha yang beranggapan penempatan jaminan reklamasi otomatis menggugurkan kewajiban, padahal sifatnya hanya jaminan kesanggupan.
Selain itu, regulasi yang memperbolehkan penunjukan pihak ketiga melakukan reklamasi setelah tambang berhenti selama tiga tahun juga dinilai belum efektif. Menurut Agung, keterbatasan jumlah Inspektur Tambang dibandingkan banyaknya tambang membuat pengawasan dan pelaksanaan reklamasi tidak maksimal.
Sejalan dengan itu, Kementerian ESDM telah menghentikan sementara 190 IUP karena tidak mematuhi kewajiban reklamasi dan pascatambang. KPK meminta ESDM memperkuat mitigasi risiko sejak awal, termasuk mekanisme penempatan dana, dasar perhitungan, dan besaran biaya reklamasi agar perusahaan tidak lepas dari kewajiban.
“Terkait hal itu, KPK meminta Kementerian ESDM agar melakukan revisi regulasi terkait DJPL supaya kerusakan lingkungan pasca tambang dapat dicegah,” pungkas Agung.
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Hendra Gunawan, menyatakan pihaknya tengah menyusun aturan baru untuk memperkuat kewajiban reklamasi.
“Kami sudah menyusun peraturan pemerintah yang mengganti PP 78 Tahun 2020 tentang reklamasi dan pascatambang. Apa saja masukan dalam rapat ini akan kami masukkan dalam peraturan pemerintah yang tengah disusun,” jelas Hendra.
Diskusi yang digelar KPK ini dihadiri jajaran Direktorat Koordinasi dan Supervisi KPK, Direktorat Monitoring KPK, pejabat Kementerian ESDM, serta Kepala Dinas ESDM dan PTSP Provinsi Kepulauan Riau.
(lav)
































