Namun, penilaian "saat ini adalah waktu yang tepat untuk menabung" turun dari 28,9% menjadi 26,4%. Pandangan positif terhadap tiga bulan ke depan sebagai waktu menabung pun melemah dari 42,6% ke 38,6%.
Seto juga mencatat lonjakan IMK khusus pada segmen rumah tangga berpenghasilan rendah. Menurutnya, IMK tumbuh paling signifikan pada rumah tangga dengan pendapatan hingga Rp1,5 juta/bulan naik 9,1 poin, disusul kelompok Rp1,5–3 juta/bulan yang aik 3,1 poin.
Sementara itu, kelompok berpenghasilan di atas Rp7 juta tetap berada di atas level 100 meski terkoreksi 8,8 poin.
Selain itu, Survei Konsumen dan Perekonomian (SKP LPS) menunjukkan kenaikan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada rumah tangga (RT) berpendapatan sampai dengan Rp1,5 juta per bulan ke level optimis atau di atas 100. IKK di kelompok pendapatan paling rendah ini mencapai 100,4 pada Juli lalu, naik 2,3 poin MoM. Kenaikan ini adalah yang tertinggi dibandingkan kelompok RT lain.
Pada waktu yang sama, IKK kelompok RT berpendapatan di atas Rp1,5 juta—Rp3 juta per bulan dan kelompok RT berpendapatan di atas Rp3 juta—Rp7 juta per bulan turun masing-masing sebesar 4,2 poin dan 1,7 poin. Sementara, IKK kelompok RT berpendapatan di atas Rp7 juta per bulan tetap konsisten bertahan di atas level 100 dengan sedikit penguatan sebesar 0,1 poin.
"Secara keseluruhan, IKK pada bulan Juli 2025 tercatat menurun 2,5 poin MoM ke level 96,9. Perkembangan ini menunjukkan persepsi konsumen yang menurun, terutama penilaian terhadap kondisi ekonomi lokal dan lapangan kerja saat ini. Meskipun demikian, persepsi positif konsumen terhadap prospek ekonomi dan pendapatannya pada masa mendatang tetap terjaga," jelas Seto.
Adapun Indeks Situasi Saat Ini (ISSI) maupun Indeks Ekspektasi (IE) pada Juli 2025 tercatat menurun masing-masing sebesar 3,3 poin dan 1,9 poin. Meski terjadi kontraksi, IE masih berada di atas nilai 100 yang menunjukkan bahwa optimisme terhadap prospek ekonomi ke depan masih solid.
Menurut Seto, pelemahan IKK dipengaruhi berbagai faktpr kombinasi termasuk kenaikan harga sembako, harga pupuk yang masih tinggi, anomali iklim yang memengaruhi produksi pertanian, dan biaya pendidikan yang melonjak di awal tahun ajaran.
(ell)






























