Logo Bloomberg Technoz

Induk usaha Freeport di Indonesia, yakni holding BUMN sektor pertambangan MIND ID, diramal akan paling terimbas penyesuaian tarif royalti karena menaungi sejumlah perusahaan di sektor emas, feronikel, nikel, dan timah karena deretan komoditas tersebut masuk dalam daftar rencana kenaikan tarif royalti yang diusulkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun ini. 

Terlebih, kontribusi produksi emas dalam pendapatan MIND ID mencapai sekitar 21%, feronikel dan nikel 12%, timah 11%, serta batu bara 39%. Adapun, kontribusi emas dalam EBIITDA MIND ID mencapai sekitar 9%, feronikel dan nikel 17%, timah 5%, serta batu bara 59%.

CreditSights berpandangan jika usulan kenaikan tarif royalti minerba terwujud, dampaknya akan sangat luas dan merugikan margin serta arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan tambang logam di Tanah Air.

Walakin, para penambang memiliki fleksibilitas dalam memberlakukan royalti yang lebih tinggi kepada pelanggan akhir.

Anak usaha MIND ID di bidang batu bara, PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA), yang memegang lisensi izin usaha pertambangan atau (IUP) dan bukan izin usaha pertambangan khusus (IUPK), juga dinilai rentan terhadap rencana kenaikan royalti batu bara karena IUP diusulkan dengan tarif royalti yang lebih tinggi.

"Secara kolektif, seluruh  komoditas ini berkontribusi >90% dari total pendapatan dan EBITDA MIND ID. Namun, keuntungan bagi MIND ID yakni perusahaan terus menikmati dukungan negara yang kuat dan kepentingan strategis bagi pemerintah Indonesia," papar Lakshmanan dan tim risetnya.

Untungkan Adaro

Di sisi lain, CreditSights menilai Adaro hingga PT Indika Energy Tbk (INDY) justru akan lebih diuntungkan dari rencana penyesuaian tarif royalti batu bara yang lebih rendah karena memegang lisensi IUPK. Indika kemungkinan tidak terpengaruh oleh royalti IUP yang diusulkan lebih tinggi dari IUPK. 

“Kami mengakui saat ini situasinya masih dinamis, tetapi untuk saat ini, kami menyambut baik prospek royalti batu bara yang lebih rendah bagi Indika yang dapat mendukung margin dan kemampuan pendanaan belanja modal hijau dengan lebih baik,” ujar Lakshmanan dalam laporannya.

Lebih jauh, Lakshmanan berpandangan tarif royalti pertambangan yang lebih tinggi dapat menghambat laju perluasan kapasitas hilir di seluruh Indonesia. Hal ini pada gilirannya berbenturan dengan fokus hilirisasi komoditas pertambangan dalam jangka panjang di Tanah Air. 

Kebijakan tarif ini disebut akan menghambat inisiatif pertumbuhan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) dan energi terbarukan Indonesia, yang ambisius karena bergantung pada perluasan hilir Indonesia khususnya tembaga dan nikel.

“Secara keseluruhan, kami yakin perkembangan ini dapat membuat investor berhati-hati terhadap ketidakpastian peraturan yang terus berlanjut di sektor logam dan pertambangan Indonesia,” tutur Lakshmanan. 

Dalam paparan Konsultasi Publik Usulan Penyesuaian Jenis dan Tarif PNBP SDA Minerba yang digelar akhir pekan lalu, Kementerian ESDM mengusulkan sejumlah komoditas minerba mengalami kenaikan di antaranya sebagai berikut: 

1. Batu bara

Tarif royalti diusulkan naik 1% untuk harga batu bara acuan (HBA) ≥ US$90/ton sampai tarif maksimum 13,5%. Sementara tarif izin usaha pertambangan khusus (IUPK) 14%—28% dengan perubahan rentang tarif (revisi PP No. 15/2022). Semula tarif progresif menyesuaikan HBA, sementara tarif PNBP IUPK sebesar 14%—28%.

2. Nikel

Pemerintah mengusulkan tarif progresif naik mulai 14%—19% menyesuaikan harga mineral acuan (HMA). Sebelumnya berlaku single tariff bijih nikel hanya sebesar 10%.

3. Nickel matte

Tarif progresif diusulkan naik 4,5%—6,5% menyesuaikan HMA sementara windfall profit dihapus. Sebelumnya berlaku single tariff 2% dan windfall profit bertambah 1%.

4. Feronikel

Tarif progresif akan naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 2%.

5. Nickel pig iron

Tarif progresif naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff sebesar 5%.

6. Bijih tembaga

Tarif progresif akan naik mulai 10%—17% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 5%.

7. Konsentrat tembaga

Tarif progresif akan naik mulai 7%—10% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.

8. Katoda tembaga

Tarif progresif akan mulai 4%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.

9. Emas

Tarif progresif akan naik 7%—16% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku tarif progresif mulai 3,75%—10% menyesuaikan HMA.

10. Perak

Tarif royalti akan naik sebesar 5% dari sebelumnya 3,25%.

11. Platina

Tarif royalti akan naik 3,75% dari sebelumnya hanya 2%.

12. Logam timah

Tarif royalti naik mulai  3%—10% menyesuaikan harga jual timah dari sebelumnya single tariff sebesar 3%.

(wdh)

No more pages