Bloomberg Technoz, Jakarta - Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho menegaskan bahwa kebijakan Tapera tidak akan tumpang tindih dengan program pemerintah serupa yakni Manfaat Layanan Tambahan (MLT) melalui BPJS Ketenagakerjaan.
“Justru [hadirnya] Tapera harusnya jadi komplemen dengan MLT,” tegas Heru kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (31/5/2024). Heru mengklaim bahwa dari 1.465.000 rumah program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) disiapkan oleh BP Tapera, setidaknya kurang lebih 1.100.000 rumah yang telah dimanfaatkan oleh pekerja swasta.
Secara tidak langsung hal ini menjawab kekhawatiran masyarakat atas pekerja mandiri dan swata yang dibebankan iuran program Tapera dengan payung hukum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2024.
Pada PP tersebut disebutkan bahwa iuran peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji upah atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Pada Pasal 15 ayat 2 dijelaskan pemberi kerja menanggung sebesar 0,5% dan pekerja 2,5%.
Heru menekankan bahwa dengan adanya beleid tersebut dapat mendukung pemerintah dalam menyediakan rumah terjangkau. Konsepnya 'gotong royong', terdapat kontribusi dari berbagai pihak melalui tabungan bersama.
“Dengan konsep tabungan [Tapera], yang sudah punya rumah bantu tabung, dipupuk, hasil pemupukannya untuk menekan biaya KPR supaya lebih murah, bagi yang punya rumah, akan lebih gede lagi manfaatnya,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen PHI dan Jamsos Kemenaker Indah Anggoro Putri menyebut bahwa MLT merupakan layanan tambahan bagian dari Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Sifatnya sukarela. Sementara Tapera wajib lantaran berlandaskan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016.
“Karena pekerja sudah menitipkan uangnya ke BPJS Ketenagakerjaan dikelola, nanti ketika di hari tua dia bisa mengklaim. Sementara sebelum pekerja tua uangnya kan dikelola BPJS Ketenagakerjaan dikembangkan, diinvestasikan. Nah, makanya diperintahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan manfaat layanan tambahan berupa perumahan,” jelas Indah.
“Sifatnya suka rela tidak diwajibkan, nah kalau Tapera ini memang wajib karena itu amanat undang-undangnya jadi saya tadi menjawab juga jastip dari Bu Sinta Kamdani Apindo ya,” jelasnya.
Di sisi lain, pengusaha justru berkeras bahwa Tapera merupakan program yang tumpang tindih dengan program MLT. Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani berpendapat Tapera hanyalah duplikasi dari pada program MLT.
Sebelumnya terdapat program BPJS Ketenagakerjaan yang ditujukan untuk mempermudah pekerja membeli hunian ini telah ada terlebih dahulu.
“Buat apa kemudian ada Tabungan [Perumahan Rakyat]? Ini tabungan bukan jaminan sosial. Jaminan sosial kan kita sudah ada. Buat apa ada duplikasi ini?” ujar Shinta saat ditemui di Bursa Efek Indonesia, Kamis (30/5/2024).
Menurutnya, MLT dalam program Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan telah mengalokasikan dana sekitar Rp400 triliun, yang sepertiganya digunakan untuk layanan tambahan, termasuk perumahan.
“[MLT] ini sudah jalan programnya, jadi harapan kami justru musti kita kembangkan, kita tingkatkan. Kita kerja sama BPJS dengan Himbara [Himpunan Bank Milik Negara] dan bank-bank daerah,” jelasnya.
“Mereka sudah menyiapkan KUR [kredit usaha rakyat] sampai Rp500 juta, kemudian biaya uang muka, renovasi, itu semua sudah ada di dalam BPJS Ketenagakerjaan di MLT.”
Untuk itu, Shinta kembali menekankan bahwa apabila pemerintah tetap ingin menjalankan iuran wajib Tapera, sebaiknya program itu hanya diperuntukkan bagi PNS/ASN serta TNI/Polri.
Protes yang sama disampaikan kelompok buruh dan mengancam melalukan demo besar jika peraturan ini tidak direvisi. “Aksi kami akan masif karena ini adalah pertama kalinya serikat pekerja dan pengusaha memiliki sikap yang sama,” Elly Rosita, presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), akhir pekan ini.

(wep)