Bloomberg Technoz, Jakarta — Kondisi cadangan beras pemerintah (CBP) yang mengkhawatirkan di gudang Perum Bulog (Persero) ditengarai menjadi penyebab harga beras di pasaran masih bertahan di level stabil tinggi. Di sisi lain, BUMN pangan itu mulai kesulitan melakukan serapan domestik.
Berdasarkan laporan terakhir Bulog, pasok CBP saat ini hanya 320.000 ton alias jauh di bawah ambang batas aman 1,1 juta—1,5 juta ton. Penyerapan domestik yang dilakukan Bulog hanya mencapai 30.000 ton, sedangkan realisasi impor yang sudah disetor instansi tersebut sebanyak 485.000 ton.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengamini stok CBP yang minim tersebut hanya cukup untuk kebutuhan operasi pasar (OP) untuk bulan ini. Bulog, padahal, masih harus memenuhi kewajiban penyaluran bantuan sosial (bansos) bulanan.
“Kalau untuk operasi pasar masih cukup, tetapi itu untuk bulan ini. Namun, kan kita ada kepentingan untuk bulan depan juga, termasuk ada penyaluran bansos yang setiap bulannya 210.000 ton. Nah, itu harus terpenuhi,” ujarnya, Senin (20/3/2023).
Sekretaris Perusahaan Bulog Awaluddin Iqbal tidak menampik bahwa perseroan tengah dihadapkan pada tugas berat untuk stabilisasi harga beras di pasaran di tengah keterbatasan stok penyangga (buffer stock atau iron stock) pada awal tahun ini.
Kalau untuk operasi pasar masih cukup, tetapi itu untuk bulan ini. Namun, kan kita ada kepentingan untuk bulan depan juga.
Direktur Utama Perum Bulog (Persero) Budi Waseso
Berdasarkan data Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), per hari ini, rerata harga beras medium masih bertengger di angka Rp 11.770/kg. Adapun, harga eceran tertinggi (HET) yang baru ditetapkan pemerintah berada di rentang Rp10.900/kg—Rp11.800/kg.
Sekadar catatan, beras medium dikonsumsi mayoritas masyarakat kelas menengah-bawah di Indonesia dan merupakan tipe beras yang dikelola Bulog untuk penugasan OP dan penyaluran bansos.
Sementara itu, rerata harga beras premium per hari ini adalah Rp12.980/kg, sedangkan HET yang baru ditetapkan pemerintah berada di rentang Rp13.900/kg—Rp14.800/kg.
Awaluddin menjelaskan, selain menjaga harga beras di pasaran, Bulog menerima penugasan dari pemerintah untuk memberikan kepastian pasar bagi petani melalui instrumen harga yang ditetapkan Bapanas.
Kondisi tersebut membuat posisi Bulog terimpit dalam melakukan penyerapan produksi lokal dengan harga kompetitif. Untuk itu, harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras baru saja diperbarui oleh Bapanas, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo.

HPP beras di gudang Bulog ditetapkan senilai Rp9.950/kg. Harga itu berlaku untuk beras dengan derajat sosoh 95%, kadar air 14%, butir patah maksimum 20%, dan butir menir maksimum 2%.
HPP untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dipatok senilai Rp5.000/kg dan di tingkat penggilingan Rp5.100/kg. HPP untuk gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan ditetapkan senilai Rp6.200/kg di penggiligan dan Rp6.300/kg di gudang Bulog.
“Kalau harga sudah ditetapkan oleh pemerintah, itu kan bisa jadi indikator. Artinya, kalau kami melakukan penyerapan dengan harga itu, ternyata [harga di] pasaran lebih tinggi; kami tidak bisa mendapatkan barang [beras dari produksi lokal]. Ini kan hukum supply-demand biasa sebetulnya,” jelas Awaluddin saat dihubungi Bloomberg Technoz, Selasa (21/3/2023).
Di sisi lain, Bulog diwaajibkan untuk menjaga CBP pada level tertentu. Di tengah hambatan penyerapan, tugas tersebut menjadi menantang untuk dieksekusi sehingga berujung pada seretnya iron stock.
“Nah, inilah yang kami sebutkan bahwa untuk saat ini itu belum bisa terpenuhi karena stok kami di bawah 1 juta ton. Maka, kami harus berusaha untuk bisa mendapatkan stok supaya stok Bulog itu—dalam hal ini adalah CBP—berada pada level yang ditentukan, yaitu di atas 1 juta ton,” terangnya.

Guna memenuhi target pengamanan CBP, lanjtnya, Bulog masih berupaya mengoptimalkan serapan domestik melalui komunikasi intensif dengan para pengusaha perberasan untuk mendapatkan stok dengan harga sesuai kententuan HPP baru.
“Harga di luar [HPP] itu lebih tinggi. Namun, kalau harga di luar lebih tinggi, posisi stok itu dibandingkan dengan demand-nya, persediaannya lebih rendah. Kalau ternyata posisi penyaluran pada periode itu rendah, berarti barangnya sedang jenuh. [Pasar] beras itu persaingan sempurna; kalau supply lebih tinggi daripada demand, harga akan cenderung turun. Demikian pula sebaliknya,” jelas Awaluddin.
Saat ditanya apakah HPP yang ditetapkan pemerintah tidak menarik bagi produsen, dia menjelaskan penetapan harga patokan baru tersebut sejatinya telah terukur dan wajar.
“Bulog ini sebagai operator harga yang ditentukan pemerintah, ya kami ikuti jalankan. Sebab, harga yang ditetapkan oleh pemerintah itu mengikuti harga buku Bulog. Kami harus punya dasar melakukan pembelian, berapa harganya itu sudah menjadi acuan,” ujarnya.
(wdh)