Logo Bloomberg Technoz

Ismail Thomas Palsukan Dokumen untuk Kalahkan Jaksa di Pengadilan

Sultan Ibnu Affan
15 August 2023 19:50

Tersangka kasus dugaan korupsi penambangan nikel di wilayah PT Antam, Ismail Thomas. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)
Tersangka kasus dugaan korupsi penambangan nikel di wilayah PT Antam, Ismail Thomas. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kejaksaan Agung membeberkan peran Ismail Thomas dalam kasus dugaan korupsi perizinan tambang PT Sendawar Jaya di Kutai Barat. Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut, sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), telah memalsukan dokumen yang kemudian digunakan PT Sendawar dalam persidangan perdata melawan kejaksaan. 

"Ini terkait perkara yang lama. Ketika dieksekusi, kemudian dilakukan upaya keperdataan dan kita [kejaksaan] dikalahkan. Ketika kita cek, ternyata dokumen-dokumennya palsu," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, Selasa (15/8/2023).

Sebelumnya, Kejaksaan menemukan dokumen ganda pada lahan tambang batu bara seluas 5.350 hektar di Kecamatan Damai, Kutai Barat. Hal ini ditemukan saat kejaksaan mencoba menyita aset koruptor PT Jiwasraya, Heru Hidayat.

Terpidana tersebut tercatat memiliki lahan tambang atas nama PT Gunung Bara Utama. Perusahaan ini pun tercatat memiliki izin pertambangan pada lahan di Damai tersebut. Akan tetapi, ketika ingin melakukan eksekusi, kejaksaan justru mendapat perlawanan dan gugatan dari satu perusahaan lain yang mengklaim punya izin di atas lahan yang sama. Perusahaan tersebut adalah PT Sendawar Jaya.

PT Sendawar tercatat mengajukan sejumlah bukti antara lain Surat Kuasa Izin Peninjauan (SKIP) Batu Bara 503/378/Distambling-TU.P/V/2008; Surat Pemberian Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum 545/K.501a/2008; dan Surat Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi 545/K.781c/2008. Berkat semua dokumen ini, Sendawar berhasil mengalahkan Kejaksaan dan PT Gunung Bara Utama di persidangan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana (tengah). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)