Bloomberg Technoz, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan manuver pemerintah melarang ekspor bijih bauksit yang telah dicuci, serta fokus pada penghiliran komoditas tersebut, berpotensi mendatangkan pendapatan negara senilai Rp52 triliun per tahun.
Dia menyebut Indonesia merupakan salah satu produsen bauksit terbesar di dunia dengan cadangan sebanyak 1 miliar metrik ton (MT).
“Sebagaimana pula rencana pengolahan dan pemurnian bauksit yang akan kita jalankan berpotensi meningkatkan pendapatan nasional dari Rp21 triliun menjadi Rp52 triliun. Ini semua masih langkah awal,” ujarnya di sela acara Indonesia Data and Economic Conference 2023, Kamis (20/7/2023).
Sekadar catatan, larangan ekspor bauksit digaungkan Presiden Joko Widodo pada akhir tahun lalu. Kebijakan tersebut berlaku sejak 11 Juni 2023. Selain bauksit, Kepala Negara berencana menyetop ekspor konsentrat untuk sejumlah mineral logam lainnya termasuk tembaga dan timah.
Dalam kaitan itu, Airlangga menjelaskan Indonesia perlu memperluas cakupan dan memperdalam lagi proses penghiliran hingga ke produk yang bisa memenuhi kebutuhan industri dan rumah tangga dalam negeri, maupun untuk memenuhi kebutuhan permintaan global yang sangat besar.

Selain bauksit, Indonesia juga merupakan produsen nikel dan timah nomor wahid global dengan cadangan masing-masing 21 juta MT dan 0,8 juta MT, serta produsen tembaga terbesar ke-7 dunia dengan cadangan 24 juta MT.
“Karenanya pemerintah mengambil langkah-langkah meningkatkan penghiliran komoditas unggulan untuk meningkatkan daya saing kita. Sebagai contoh upaya kita untuk penghiliran nikel, peningkatan nilai tambah dari bijih nikel menjadi feronikel dan billet stainless steel berpotensi menjadi 14—19 kali lebih tinggi,” tuturnya.
Terbukti, kata Airlangga, nilai ekspor produk hilir nikel meningkat dari US$1 miliar pada 2014 menjadi US$5,2 miliar pada tahun lalu.
“Banyak negara lain yang mungkin kurang senang dengan langkah kita ini, tetapi keberanian diperlukan untuk melakukan lompatan demi kemajuan bangsa,” tegasnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperhitungkan, saat pelarangan ekspor bauksit diberlakukan mulai pertengahan tahun ini, akan terjadi pengurangan pendapatan negara dan kehilangan kesempatan kerja di pertambangan.
Namun, dari fasilitas pemurnian (smelter) yang telah beroperasi, terdapat nilai tambah bijih bauksit sebesar US$1,9 miliar, sehingga pemerintah masih mendapatkan manfaat bersih sebesar US$1,5 miliar dan lapangan pekerjaan untuk 7.627 orang.

Ekspor konsentrat bauksit per Februari 2023 mencapai 1,10 juta ton (US$28,58 juta). Sepanjang 2022, realisasinya mencapai 14,29 juta ton (US$595,73 juta), sedangkan 2021 sebanyak 23,20 juta ton (US$654,59 juta), 2020 sejumlah 22,76 juta ton (US$530,04 juta), dan 2019 sebesar 16,11 juta ton (US$410,06 juta).
Menurut catatan ESDM, terdapat risiko pengurangan ekspor bauksit pada 2023 sampai dengan ± 8,09 juta ton atau setara dengan ± US$288,52 juta. Pada 2024, terdapat bauksit yang tidak diserap dalam negeri sebesar ± 13,86 juta ton atau setara dengan nilai ekspor ± US$494,6 juta.
Adapun, akibat pelarangan tersebut penurunan penerimaan negara dari royalti bauksit diperkirakan mencapai senilai US$49,6 juta. Sementara itu, tenaga kerja sebanyak 1.019 orang untuk kegiatan produksi maupun penjualan berpotensi tidak dapat bekerja.
Namun, dengan terdapatnya 4 smelter eksisting, pemerintah memperhitungkan terdapat peningkatan nilai tambah dari penghiliran bauksit sebesar US$1,9 miliar untuk ekspor dan 8.646 orang untuk serapan tenaga kerja.
(wdh)