Peradaban Jepang: Bagaimana Indonesia ke Depan?
Prof Dr Didin S. Damanhuri
22 October 2025 17:09

|
Penulis: Prof Dr Didin S. Damanhuri Prof Dr Didin S. Damanhuri adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi & Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB). Tulisan ini merangkum diskusi beberapa waktu lalu di Tokio dengan Atase Pendidikan KBRI Jepang, Prof Amzul Rifin, Rektor Univ. Darussalam Gontor, Prof. Dr. KH Fahmy Hamid Zarkasyi, Atase Sosial Budaya KBRI Mohammad Aulia, Dekan FEM IPB, Prof. Irfan Syauki Beiq dan Ketua PPI Jepang Prima Gandhi tentang pertukaran pendidikan, budaya dan pembangunan antara Indonesia dan Jepang. |
Jepang telah berhasil menjadi negara maju sejak 1980an, bahkan akhir 1990an, dan unggul dalam berbagai bidang industri dengan perekonomian yang persisten dan resilien dalam menghadapi tantangan, termasuk globalisasi.
Dua tahun terakhir ini, kinerja makro perekonomiannya mengalami penurunan. Dari paradigma pembangunan, Jepang berhasil memadukan nilai-nilai modern dengan tradisi dan agama. Ini tidak terlepas dari Restorasi Kaisar Meiji, yang mengrim ribuan pemuda Jepang ke AS dan Eropa dengan pesan merebut habis-habisan kapasitas teknik, iptek dan inovasi Barat tapi tetap setia kepada nilai-nilai tradisi dan agama Jepang (Shinto) dan nilai-nilai Bushido dari kaum Samurai: Kerja keras dan cerdas, disiplin serta patriotisme berinteraksi dengan rakyatnya secara masif sehingga terbangun karakter masyarakat Jepang. Plus, tradisi ekonomi produktif UMKM sejak tahun 1950an yang pada gilirannya menjadi mitra pengusaha besar (konglomerat) dalam hubungan sistem subkontrak. Dalam demokrasi politik pun lebih mengedepankan konsensus antar elit. Itulah Jepang yang heterodox, keluar dari paradigma Barat dalam pembangunannya.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Dalam sebuah survey, Indonesia tampil sebagai salah satu negara paling religius di dunia. Misalnya, kaum muslimmya sangat besar, naik haji dan umrah serta maraknya peribadahan ke masjid, gereja dan seterusnya. Tapi sejak pembangunan ekonomi secara intensif pada tahun 1970an hingga era reformasi, terjadi korupsi masif luar biasa baik di kalangan elit maupun rakyatnya.
Baca Juga
Disiplin kerja dan produktivitas di segala bidang termasuk rendah di dunia. Dalam hal politik, dari rezim otoritarian (Orla maupun Orba hingga era kebebasan rezim demokrasi politik era reformasi) belum kompatibel dengan demokrasi ekonomi, demokrasi sosial maupun keberlanjutan ekologi. Lebih spesifik, bagaimana dengan sistem pendidikan yang harus dikembangkan ke depan dengan nilai-nilai Pancasila yang sudah menjadi common platform bersama sebagai bangsa?
Dalam istilah Prof Fahmy Zarkasyi, di Indonesia banyak umat Muslim tapi langka amaliah kemanusiaan umat yang menyumbang kepada negara sebagai bukti keimanan, apalagi keikhlasannya.
Sementara di Jepang, umat Islam dan beragama lainnya adalah minoritas selain Shinto (hanya 2-5%). Tapi banyak nilai-nilai muamalah Islam seperti kemiskinan dan korupsi yang sangat sedikit, disiplin, kerja keras, produktif, inovatif secara personal dan masyarakatnya sangat sejahtera serta sustainable secara sosial dan ekologi. Itu semua sebagai dilaksanakannya surat Al-Maun.
Jadi trajektori peradaban ke depan bangsa Indonesia masih belum jelas perihal bagaimana wujud Bangsa dan Negara kita. Apakah yang secara normatif nilai-nilai Pancasila itu akan mewujud dalam pelbagai aspek kehidupannya atau apakah justru akan mengarah kepada masyarakat berbasis sekularisme Barat?
Diskusi atas dasar "era algoritma dan post truth" sekarang ini malah makin sulit untuk menarik para elit negara maupun kalangan civil society dalam membicarakannya secara serius. Elit maupun massa lebih tertarik membicarakan gosip politik tak berkesudahan. Mudah-mudahan saya salah.
DISCLAIMER
Opini yang disampaikan dalam artikel ini sepenuhnya merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mencerminkan sikap, kebijakan, atau pandangan resmi dari Bloomberg Technoz. Kami tidak bertanggung jawab atas keakuratan, kelengkapan, atau validitas informasi yang disajikan dalam opini ini.
Setiap pembaca diharapkan untuk melakukan verifikasi dan mempertimbangkan berbagai sumber sebelum mengambil kesimpulan atau tindakan berdasarkan opini yang disampaikan. Jika terdapat keberatan atau klarifikasi terkait isi opini ini, silakan hubungi redaksi melalui contact@bloombergtechnoz.com
Tentang Z-ZoneZ-Zone merupakan kanal opini di Bloomberg Technoz yang menghadirkan beragam pandangan dari publik, akademisi, praktisi, hingga profesional lintas sektor. Di sini, penulis bisa berbagi ide, analisis, dan perspektif unikmu terhadap isu ekonomi, bisnis, teknologi, dan sosial. Punya opini menarik? |
(ddn)




















