Pertama, meningkatnya biaya penambangan karena material overburden tidak dapat dimonetisasi.
Kedua, negara berpotensi kehilangan penerimaan royalti, serta terjadi gangguan pasokan bahan baku bagi smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL).
Sudirman memandang pemanfaatan limonit justru meningkatkan efisiensi sumber daya karena memungkinkan seluruh lapisan laterit dimanfaatkan secara optimal, bukan hanya lapisan berkadar tinggi.
“Hal ini sejalan dengan prinsip good mining practice dan kebijakan hilirisasi yang bertujuan menciptakan nilai tambah maksimum di dalam negeri,” ujar Sudirman.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan akan memangkas target produksi bijih nikel tahun depan.
Rencana pemangkasan produksi itu turut menyasar komoditas batu bara dan mineral lainnya.
“Semuanya kita pangkas. Bukan hanya nikel, batu bara pun kita pangkas. Kenapa? Karena kita akan mengatur supply and demand,” kata Bahlil kepada awak media di kantor Kementerian ESDM, Jumat (19/12/2025).
Hanya saja, Bahlil belum dapat mengungkapkan besaran target produksi nikel dan batu bara tahun depan. Dia beralasan kementeriannya masih menghitung penyesuaian volume produksi komoditas tambang tersebut.
Di sisi lain, dia mengatakan, manuver pemangkasan produksi itu dilakukan untuk menopang harga komoditas tambang mendatang.
Sebelumnya, APNI membeberkan produksi bijih nikel dalam RKAB 2026 diajukan sekitar 250 juta ton, turun drastis dari target produksi dalam RKAB 2025 sebanyak 379 juta ton.
Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey menjelaskan rencana produksi bijih mentah tersebut ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan tahun ini demi menjaga harga nikel tidak makin turun.
“Rencana pemerintah gitu [produksi bijih nikel dalam RKAB 2026 sebanyak 250 juta ton]. Rencana ya. Namun, kan saya enggak tahu realisasinya,” kata Meidy ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (16/12/2025).
Meidy menambahkan pemerintah juga berencana merevisi formula harga patokan mineral (HPM) nikel selain memangkas produksi. Dengan begitu, harga bijih nikel di Tanah Air diharapkan dapat kembali menguat.
“Formulasinya sekali lagi saya mungkin belum bisa sampaikan karena menjadi kerahasiaan kita dengan [Ditjen] Minerba,” ujar Meidy.
Menurut data Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), saat ini terdapat 120 proyek smelter pirometalurgi di Indonesia yang membutuhkan total 584,9 juta ton bijih nikel.
Sementara itu, proyek hidrometalurgi hanya sebanyak 27 dengan kebutuhan total 150,3 juta ton bijih nikel.
Dengan demikian total proyek smelter nikel di Indonesia mencapai 147 proyek dengan estimasi total kebutuhan bijih 735,2 juta ton. Sementara itu, rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) nikel yang disetujui untuk 2025 mencapai 300-an juta ton.
Sedangkan menurut catatan Kementerian ESDM, total cadangan bijih nikel mencapai 5,32 miliar ton dan cadangan logam nikel 56,11 juta ton per 2024, di mana Maluku Utara menjadi provinsi dengan jumlah cadangan yang paling banyak. Perinciannya, 60% merupakan cadangan saprolit dan 40% limonit.
Adapun, total sumber daya bijih nikel adalah 18,55 miliar ton dan total sumber daya logam nikel adalah 184,6 juta ton.
(azr/naw)































