Ia menjelaskan stok obat penanganan ISPA dan diare menipis cepat. “Kami kekurangan obat untuk diare, dermatitis, ISPA, termasuk obat kombinasi untuk ISPA dan obat drops untuk bayi. Bahkan air untuk melarutkan antibiotik saja sulit didapat. Anak-anak butuh sendok obat, obat sirop, sampai obat bentuk drop untuk bayi,” katanya.
Kondisi serupa ditemukan di wilayah lain di Desa Batu Malenggang. Dari 125 anak yang diperiksa, 55 di antaranya mengalami ISPA, 12 anak diare, 35 anak tinea, dan 23 anak menunjukkan gejala bacterial dermatitis.
dr. Eka mencatat, selain kekurangan obat, logistik pendukung pengobatan turut menipis. “Zalp antibiotik, obat sirop, obat drops, bahkan sendok obat kami kekurangan. Padahal ini kebutuhan paling mendasar untuk memastikan anak minum obat sesuai dosis,” kata dia.
Selain itu, kebutuhan air untuk melarutkan antibiotik serbuk—yang banyak digunakan untuk kasus infeksi—masih belum terpenuhi secara stabil.
Tak hanya itu, skrining lapangan juga menemukan keluhan non-obat, namun vital bagi pemulihan anak. “Banyak yang butuh minyak kayu putih, snack anak, makanan bergizi, bahkan hiburan kecil seperti snack sehat agar mereka mau minum obat,” lanjutnya.
Menurut dr. Eka, peran dukungan nutrisi dan rasa nyaman psikologis bagi anak tidak bisa dipisahkan dari proses penyembuhan di lapangan.
Dalam temuan paling mengkhawatirkan, tim IDAI merujuk 2 kasus pneumonia berat dengan gejala pneumonia ke fasilitas rujukan. Dua anak tersebut menunjukkan gejala klinis pneumonia, termasuk sesak napas, demam tinggi, dan saturasi oksigen menurun. “Ini bukan lagi ISPA ringan, ini pneumonia yang butuh penanganan intensif,” ucapnya.
“Kita juga menemukan 2 kasus yang harus kami rujuk ke RS dengan gejala pneumonia,” kata dr. Eka.
Ia menegaskan bahwa gejala seperti ini memerlukan manajemen oksigen, kemungkinan rawat inap, dan antibiotik intravena yang hanya bisa diberikan di layanan lanjutan. Rujukan dilakukan ke fasilitas rumah sakit terdekat di Sumatera Utara.
“Mereka butuh pertolongan cepat. Yang kami khawatirkan, kasus berat bisa bertambah bila pasokan obat, air pelarut antibiotik, dan logistik medis tak segera terisi,” pungkas dr. Eka.
(dec)































