Di sisi lain, Yuliot membeberkan, kendala perizinan pembukaan fasilitas pembuangan limbah baru menjadi penyebab tumpukan tailing di kawasan IMIP.
Yuliot mengatakan perizinan pembukaan fasilitas pembuangan limbah anyar belum selesai di tingkat pemerintah daerah dan kementerian atau lembaga terkait.
“Ini kan ada tailing yang bisa ditempatkan di suatu tempat tetapi perizinannya mungkin belum selesai di Pemda atau pun di kementerian lembaga,” kata Yuliot.
Yuliot turut mendorong pelaku usaha untuk mengekstrak kembali limbah nikel itu untuk dioptimalkan. Menurut dia, terdapat kandungan mineral yang masih bisa diolah pada limbah nikel tersebut.
“Kalau ini ada kandungan terhadap mineral yang ada ini dimungkinkan untuk diolah kembali,” ucap dia.
Melansir dari Bloomberg News, penyimpanan tailing pabrik di IMIP belakangan hampir penuh, yang membuat laju produksi sejumlah smelter ditahan.
Misalkan, produksi dari smelter PT QMB New Energy Materials Co. Ltd. dilaporkan akan lebih rendah setidaknya selama dua pekan, menurut sumber yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
QMB dikendalikan oleh GEM Co. dan Tsingshan Holding Group Co. dari China di antara para pemegang sahamnya. Seorang perwakilan dari Kawasan Industri Morawali Indonesia mengonfirmasi pengurangan laju produksi kepada Bloomberg.
Penyimpanan tailing pabrik di dalam kawasan hampir penuh, dan dokumen untuk lokasi lain masih diproses, tambah perwakilan tersebut.
Bloomberg Technoz telah meminta tanggapan manajemen IMIP dan Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, tetapi tak kunjung mendapatkan respons.
(azr/naw)
































