Kendati demikian, dalam Pasal 10 dipaparkan bahwa marketplace tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 pada penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sebagai mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi yang memberikan jasa angkutan.
“Ojek online tidak dipungut, tidak dipungut, pengecualian,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kemenkeu Hestu Yoga Seksama dalam media briefing di kantornya, dikutip Selasa (15/7/2025).
Beleid yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan ditetapkan pada 11 Juni 2025 itu mulai berlaku saat aturan diundangkan, yakni pada 14 Juli 2025.
"PPh yang dimaksud yaitu PPh Pasal 22. Besarnya pungutan PPh Pasal 22 adalah 0,5% dari peredaran bruto yang diperoleh pedagang dalam negeri yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah," demikian tercantum dalam Pasal 8 PMK Nomor 37 Tahun 2025.
Dalam pasal berbeda disebutkan, PPh Pasal 22 dikenakan pada pedagang dalam negeri memiliki peredaran bruto pada tahun pajak berjalan melebihi Rp500 juta.
Pokok Peraturan PMK No. 37/2025:
1. Penunjukkan pihak lain (marketplace) sebagai pemungut PPh Pasal 22 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
2. Penentuan kriteria pedagang dalam negeri (merchant) dan Informasi yang harus disampaikan oleh merchant kepada marketplace.
3. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace sebesar 0,5% dari peredaran bruto yang diterima/diperoleh merchant dan yang tercantum dalam dokumen tagihan.
4. Penetapan dokumen tagihan (invoice) sebagai dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemungutan PPh Pasal 22, serta beberapa keterangan yang harus ada dalam invoice yang dihasilkan oleh sistem marketplace.
5. Penyetoran PPh Pasal 22, penyampaian SPT Masa, serta penyampaian informasi kepada Direktur Jenderal Pajak oleh marketplace.
(lav)

































