Kedua, situasi makin tidak mudah karena perlambatan ekonomi global diikuti dengan ketidakpastian geopolitik, mulai dari belum berakhirnya perang Rusia-Ukraina, terus memanasnya konflik Laut China Selatan, perseteruan antara India-Pakistan, serta yang terbaru adalah panasnya konflik di Timur Tengah dengan meletusnya perang Iran-Israel. Semua dampak dari panasnya tensi geopolitik global ini berimplikasi kepada gangguan rantai pasok dan logistik global. Sebagai gambaran, konflik antara Israel-Iran yang terjadi saat ini bisa berdampak pada aktivitas perdagangan yang melintasi Selat Hormuz, di mana setidaknya sekitar 21% dari konsumsi minyak dunia melewati perairan di Selat Hormuz ini.
"Dari sini bisa kita lihat bahwa implikasi dari perang Israel-Iran akan berisiko memicu kenaikan harga minyak dunia yang dapat berdampak secara lebih luas kepada gejolak perekonomian global terutama jika eskalasi konflik meluas dan berlangsung lama."
Sementara, IMF dan World Bank juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7% pada 2025. Menurut Indef, pemangkasan itu mengonfirmasi bahwa ekonomi Indonesia berada di dalam tekanan yang dalam sehingga tidak mudah untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
Indef menilai salah satu faktor kuat yang melatarbelakangi terjadinya perlambatan ekonomi Indonesia ini dari sisi strategi fiskal adalah efisiensi berlebihan yang dilakukan pada awal tahun. Efisiensi sebesar Rp306,69 triliun dinilai bukan menjadi solusi tetapi makin mempersulit pencapaian target pertumbuhan ekonomi.
Hal ini terjadi karena pemerintah menggunakan hasil efisiensi dari anggaran yang ada untuk alokasialokasi jangka panjang yang tidak langsung berdampak pada pertumbuhan ekonomi itu sendiri, seperti untuk Makan Bergizi Gratis (MBG).
Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 4,87% pada kuartal I-2025 menjadi sinyal seriusnya masalah perekonomian Indonesia saat ini di mana faktor yang sangat menentukan adalah terjadinya pelemahan daya beli masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal I-2025 yang hanya mencapai 4,89% di tengah terjadinya fenomena puasa dan mudik lebaran.
“Bukan hanya konsumsi rumah tangga yang mengalami perlambatan, konsumsi pemerintah pada kuartal I-2025 juga mengalami perlambatan akibat efisiensi, bahkan pertumbuhan minus 1,38%.”
(lav)































