Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengindikasikan potensi kerugian pada PT Timah Tbk (TINS) mencapai Rp34,49 triliun akibat potensi kehilangan sumber daya timah di wilayah kerja perseroan.

Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024, BPK menyebut PT Timah tidak mampu melakukan pengamanan sumber dayanya, sehingga berdampak pada dugaan praktik penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) TINS.

Hal itu terindikasi dari kepemilikan izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah yang terbesar di Indonesia untuk sektor timah, tetapi produksinya tidak sesuai dengan luasan IUP yang dimiliki.

Pengamanan area penambangan yang tidak optimal tersebut dinilai berpotensi mengakibatkan kehilangan sumber daya timah pada periode 2013—semester I-2023.

“Hal ini mengakibatkan terjadinya potensi kehilangan sumber daya timah yang berisiko merugikan perusahaan sebesar Rp34,49 triliun dan membutuhkan proses verifikasi lebih lanjut oleh PT Timah Tbk,” tulis BPK dalam laporan tersebut, dikutip Selasa (27/5/2025).

Lubang tambang timah di operasi PT Timah di Mentok, Pulau Bangka./Bloomberg-Dimas Ardian

Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan agar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat mengusulkan kepada pemerintah untuk mengambil alih pengamanan penambangan WIUP PT Timah.

Menteri BUMN juga diminta melakukan koordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perdagangan, dan aparat penegak hukum untuk melakukan penataan ulang bisnis timah di Pulau Bangka Belitung.

Penataan ulang tersebut mencakup penertiban keberadaan perusahaan swasta dan smelter yang diduga menerima, mengolah, dan mengekspor hasil penambangan ilegal di WIUP PT Timah.

“Selain itu, Direksi PT Timah agar melaporkan dugaan penambangan ilegal kepada aparat penegak hukum,” tegas BPK.

Mitra Usaha

Selain itu, BPK menemukan bahwa perencanaan penambangan mitra usaha PT Timah tidak disertai target produksi dalam perikatan penambangan dan biaya kerja sama sewa smelter melebihi harga pokok produksi (HPP) smelter TINS.

Hal tersebut mengakibatkan PT Timah tidak dapat menentukan target produksi atas rencana kerja yang dikerjasamakan.

PT Timah juga terpaksa menanggung risiko potensi kehilangan bijih timah akibat belum akuratnya data sumber daya dan/atau cadangan di lokasi bekas tambang perseroan dan di lokasi usulan mitra yang berada di WIUP TINS.

Tidak hanya itu, potensi kerugian perusahaan ditaksir mencapai Rp1,65 triliun atas HPP mitra sewa smelter PT Timah yang lebih tinggi untuk periode tahun 2019—2020.

Tumpang Tindih

Sebelumnya, Direktur Utama PT Timah Restu Widiyantoro mengakui sebanyak 31% atau 145.808 hektare (ha) WIUP perseroan terdampak permasalahan tumpang tindih dengan sektor lain.

Sebanyak 31% WIUP tersebut tidak bisa dioperasikan secara maksimal oleh PT Timah karena beririsan dengan dengan kepentingan lain.

“Permasalahan ini terjadi pada kurang lebih 31% WIUP kami yang tidak bisa dilakukan operasi PT Timah secara maksimal,” kata Restu dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Rabu (14/5/2025).

Air disemprotkan ke atas bijih timah untuk membuat bubur untuk pintu air di operasi PT Timah di Sungai Liat, Pulau Bangka./Bloomberg-Dimas Ardian

Dalam paparannya, Restu memerinci sebanyak 288.638 ha luas WIUP darat terdampak, di mana 83.102 di antaranya merupakan kawasan hutan produksi sehingga diperlukan pinjam pakai kawasan hutan.

Sementara itu, sebanyak 18.657 ha merupakan area perkebunan kelapa sawit sehingga diperlukan perjanjian penggunaan lahan bersama.

Selain wilayah daratan, sebanyak 184.672 ha WIUP laut PT Timah tumpang tindih dengan sektor lain. Sebanyak 41.406 ha terdampak rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Adapun, sebanyak 2.643 ha tumpang tindih dengan kabel bawah laut sehingga diperlukan koordinasi pemindahan kabel bawah laut.

“Termasuk di situ ada jaringan kabel bawah laut yang bukan milik PT Timah, tetapi harus bisa dikerjakan kalau melakukan koordinasi pemindahan kabel apabila memungkinkan dilakukan,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) Maroef Sjamsoeddin menuturkan total keseluruhan IUP PT Timah mencapai 600.000 ha. Sebanyak 288.638 merupakan luas WIUP di darat sementara 184.672 ha luas WIUP laut.

Lebih lanjut, Restu juga mengungkapkan perusahaan saat ini tidak sepenuhnya bisa mengendalikan operasional pertambangan secara langsung. Terutama, sejak adanya kasus tindak pidana korupsi tata kelola timah.

"Terutama sejak ada kasus Harvey Moeis dan kawan-kawan. Jadi, memang sekarang hampir operasional perusahaan dikendalikan bukan oleh PT Timah secara langsung. Ini kami akui dan menjadi kewajiban kami nanti," tuturnya.

Di sisi lain, dia juga mengaku dalam empat tahun terakhir ini kinerja perusahaan belum bisa mencapai target program yang telah ditetapkan di setiap tahunnya.

Meskipun belum bisa mengelola operasional perusahaan secara menyeluruh, Restu menegaskan TINS akan melakukan sejumlah upaya untuk bisa memberantas praktik pertambangan ilegal, khususnya di wilayah tambang perusahaan.

Salah satu upaya yang dilakukan perseroan yakni dengan melakukan penenggelaman kapal ponton ilegal.

"Sudah banyak ratusan kali kita melakukan tindakan-tindakan penertiban, kemudian penenggelaman kapal-kapal ponton yang ilegal, tetapi jumlahnya bukan berkurang, tetapi bertambah," imbuhnya.

(wdh)

No more pages