Diketahui, utang luar negeri pemerintah dimanfaatkan untuk mendukung sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 22,4% dari total utang luar negeri pemerintah. Kemudian, administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 18,5%, dan jasa pendidikan sebesar 16,5%. Lalu, konstruksi sebesar 12,0%, serta transportasi dan pergudangan sebesar 8,7%.
"Posisi utang luar negeri pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total utang luar negeri pemerintah," kata laporan BI.
Sedangkan untuk utang luar negeri swasta, terjadi kontraksi turun 1,2% (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 1,6% (yoy).
Perkembangan tersebut terutama didorong oleh utang luar negeri bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporation) yang mencatat kontraksi pertumbuhan sebesar 0,9% (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan kontraksi 1,7% (yoy) pada triwulan IV-2024.
Berdasarkan sektor ekonomi, utang luar negeri swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 79,6% dari total utang luar negeri swasta.
"Utang swasta tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,4% terhadap total utang swasta," tulis BI.
Untuk struktur utang luar negeri Indonesia, BI mengklaim tetap sehat yang mana didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Sebagai informasi, saat ini rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat sebesar 30,6%, serta dominasi utang luar negeri jangka panjang dengan pangsa mencapai 84,7% dari total utang luar negeri.
(lav)






























