Logo Bloomberg Technoz

Banyak Negara Ingin Lepas dari Candu Dolar AS, Ini Alasannya

Krizia Putri Kinanti
14 April 2023 13:42

Ilustrasi dolar AS dan rupiah. (Dimas Ardian/Bloomberg)
Ilustrasi dolar AS dan rupiah. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Tren dedolarisasi atau mengurangi penggunaan dolar AS untuk bertransaksi dan investasi ramai belakangan ini setelah sejumlah negara ingin membuat mata uang tandingan. Indonesia belakangan juga gencar mengajak negara Asia Tenggara untuk transaksi dengan mata uang lokal, upaya untuk mulai meninggalkan dolar AS.

Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan ada sejumlah faktor mengapa upaya dedolarisasi ini kini banyak digaungkan oleh sejumlah negara, khususnya negara-negara berkembang. Salah satunya adalah negara butuh kepastian kestabilan nilai tukar yang berdampak pada perekonomian.

Menurut dia, banyak negara yang belajar dari efek kebijakan fiskal dan moneter di AS belakangan ini. Ketergantungan tinggi terhadap dolar AS membuat volatilitas mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia, meningkat belakangan ini imbas perubahan kebijakan moneter AS.

“Ya sebenarnya dedolarisasi itu lumrah karena ya, orang sudah capek dan deg-degan kalau dolar kuat, volatilitas terlampau besar. Semua negara ingin ada stabilitas, meskipun ada volatilitas bisa berpotensi menghasilkan cuan juga,” tuturnya dikutip Jumat (14/4/2023).

Dedolarisasi juga didorong kekhawatiran bahwa nilai aset dolar AS akan menyusut karena kebijakan moneter longgar The Fed. Selama pandemi, bank sentral AS itu gencar mencetak uang lewat kebijakan quantitative easing (QE) besar-besaran.

Nilai tukar rupiah semakin menguat mendekati Rp 14.800 per dolar AS (Bloomberg)