Logo Bloomberg Technoz

Konsumsi Domestik Terancam Cedera Akibat Aturan Pangkas Upah 25%

Rezha Hadyan
17 March 2023 18:35
Seorang pekerja memuat barang ke kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta, Indonesia, pada Senin, 11 Juli 2022. (Fotografer: Dimas Ardian/Bloomberg)
Seorang pekerja memuat barang ke kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta, Indonesia, pada Senin, 11 Juli 2022. (Fotografer: Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta — Aturan ketenagakerjaan, soal kelonggaran untuk memangkas upah pekerja sebesar 25% bagi perusahaan padat karya berorientasi ekspor, dinilai mengganggu konsumsi rumah tangga yang notabene merupakan penyangga pertumbuhan ekonomi nasional. 

Regulasi tersebut termaktub di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi berpendapat kelonggaran untuk memangkas upah pekerja yang diberikan pemerintah bukanlah pilihan tepat dalam meredam dampak perlambatan ekonomi global bagi pelaku usaha berorientasi ekspor. 

Alih-alih, opsi tersebut berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi nasional yang ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

Kalau ada pemangkasan upah, implikasinya ini bisa ke mana-mana. Konsumsi masyarakat terancam menurun karena daya belinya menurun.

Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada 2022 mencapai 51,87%. Komponen ini juga masih sanggup bertumbuh 4,93% secara tahunan pada 2022. 

"Kalau ada pemangkasan upah, implikasinya ini bisa ke mana-mana. Konsumsi masyarakat terancam menurun karena daya belinya menurun. Konsumsi menurun, permintaan menurun, ada ancaman PHK [pemutusan hubungan kerja] di perusahaan yang bergantung pada permintaan dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi juga terancam," katanya saat dihubungi Bloomberg Technoz, Jumat (17/3/2023).

Ketimbang memangkas upah pekerja, Tadjudin menilai pemerintah lebih baik memberi insentif fiskal bagi perusahaan yang terdampak perlambatan ekonomi global.

Insentif dapat berupa pengurangan atau pembebasan pajak bagi perusahaan dengan kriteria tertentu, khususnya perusahaan berorientasi ekspor yang tidak merumahkan pekerjanya.

"[Aspek] yang tergerus hanya penerimaan negara dari pajak. Risikonya menurut saya tidak terlampau besar dibandingkan dengan pemangkasan upah yang nilainya terbilang besar hingga 25%. Walaupun penerimaan negara berkurang, pemerintah setidaknya juga bisa memangkas pengeluaran yang tidak penting," ujarnya.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan regulasi itu ditujukan untuk memberikan pelindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja Pekerja atau Buruh. 

"Permenaker ini juga diterbitkan untuk menjaga kelangsungan usaha industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perlambatan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar," katanya melalui siaran pers, Jumat (17/3/2023).

Menurut Indah, pemerintah berupaya mencegah perusahaan yang mengalami penurunan penghasilan melakukan PHK. Berdasarkan data Kemnaker, perusahaan padat karya tertentu berorientasi ekspor paling sedikit memiliki sekitar 200 orang pekerja. 

Beban tenaga kerja dalam produksi tercatat sekitar 15%. Itu pun tergantung pada permintaan pesanan dari negara pemesan yang biasanya Eropa dan Amerika Serikat. 

Sejumlah perusahaan industri padat karya ini biasanya adalah industri tekstil dan pakaian jadi; industri alas kaki; industri kulit dan barang kulit; industri furnitur; dan industri mainan anak.

Sesuai Permenaker No. 5/2023, perusahaan juga bisa mengurangi waktu kerja pegawai dari 7 jam per hari atau 40 jam per minggu, untuk skema kerja 6 hari per pekan. Adapun, skema kerja 5 hari per pekan, perusahaan bisa menekan biaya dengan mengurangi waktu kerja pegawai di bawah 8 jam per hari atau 40 jam per pekan.

(rez/wdh)