Logo Bloomberg Technoz

“AS masih berada dalam fase penimbunan stok, dan saya memperkirakan kondisi ini akan berlanjut hingga ada informasi lebih lanjut dari pemerintah AS,” kata Helen Amos, analis komoditas di BMO Capital Markets Ltd.

Risiko pasokan, yang selama bertahun-tahun membayangi pasar, mulai menjadi pendorong utama dalam beberapa bulan terakhir.

Harga tembaga pecah rekor ke US$12.000 per ton. (Bloomberg)

Kecelakaan fatal di tambang tembaga terbesar kedua dunia di Indonesia, banjir bawah tanah di Republik Demokratik Kongo, serta ledakan batuan mematikan di sebuah tambang di Cile secara bersamaan menekan produksi global.

Pada saat yang sama, prospek permintaan tetap kuat seiring tren jangka panjang menuju elektrifikasi, yang membutuhkan volume besar tembaga untuk pembangunan jaringan listrik, infrastruktur energi baru, dan sektor manufaktur.

Investor juga bertaruh bahwa konsumsi tembaga akan melonjak lebih jauh untuk memenuhi kebutuhan listrik industri kecerdasan buatan yang terus berkembang.

Analis industri menyatakan bahwa sebagian besar sumber daya tambang berkadar tinggi dan mudah diakses kini telah habis.

Sejumlah pihak pun mengungkapkan kekhawatiran mengenai dari mana pasokan baru akan berasal dalam satu dekade ke depan untuk memenuhi pertumbuhan konsumsi yang diproyeksikan.

Peningkatan impor tembaga dari Amerika Serikat (AS). (Bloomberg)

Secara keseluruhan, para ahli memperingatkan bahwa pasar berada di ambang defisit besar.

Sejumlah perusahaan tambang tahun ini telah menurunkan panduan produksi mereka.

Deutsche Bank memperingatkan bahwa output dari para penambang terbesar dunia akan turun 3% tahun ini dan berpotensi kembali melemah pada 2026.

Meski persediaan global masih mencukupi untuk saat ini, analis Morgan Stanley memperkirakan pasar tembaga global akan menghadapi defisit paling parah dalam lebih dari 20 tahun.

Bank tersebut memperkirakan permintaan akan melampaui pasokan sekitar 600.000 ton tahun depan, dengan kesenjangan yang diproyeksikan semakin melebar setelahnya.

Citigroup telah menyarankan klien bahwa harga tembaga bisa mencapai US$15.000 dalam skenario bullish, di mana pelemahan dolar AS dan pemangkasan suku bunga AS makin meningkatkan daya tarik logam tersebut, mendorong investor masuk lebih agresif.

Namun reli ini juga memicu keraguan. Analis Goldman Sachs memperingatkan bahwa lonjakan harga sejauh ini lebih banyak didorong oleh spekulasi investor terhadap potensi pengetatan pasar di masa depan, bukan oleh kondisi pasokan dan permintaan saat ini.

Stok tembaga global sebenarnya meningkat, tetapi sebagian besar persediaan tersebut “disterilkan” di gudang-gudang AS, kata Amos dari BMO.

Kondisi ini memaksa para produsen di wilayah lain terlibat perang penawaran untuk mempertahankan pasokan.

“Sebagian investor khawatir stok akan keluar ke pasar, tetapi pandangan kami adalah stok tersebut tetap berada di AS dan terkikis secara bertahap seiring waktu,” ujar Amos, seraya menambahkan bahwa penimbunan stok ini merupakan bagian dari tren yang lebih luas ketika AS bersiap menuju swasembada yang lebih besar.

Harga tembaga ditutup naik 1,1% menjadi US$12.060,50 per ton di LME. Logam industri lainnya bergerak bervariasi, dengan nikel melonjak 3%, memperpanjang reli tajam setelah Indonesia mengusulkan pemangkasan produksi bijih nikel pada 2026.

(bbn)

No more pages