Dua tambang tersebut dapat memproduksi 70.000 ton konsentrat per hari atau setara 30% dari total kapasitas produksi tambang sebesar 210.000 ton per hari.
Dengan begitu, volume konsentrat yang diproduksi perusahaan baru dapat memenuhi sebagian kebutuhan smelter PT Smelting di Gresik.
“Saat ini, aktivitas penambangan PTFI hanya dilakukan di tambang DMLZ dan Big Gossan dengan kapasitas sekitar 30% dari total produksi,” ungkap Katri.
Sebelumnya, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menjelaskan tingkat utilitas atau ramp up operasi smelter Manyar telah mencapai 70% pada Agustus 2025, tetapi produksi smelter tersebut harus distop sementara usai longsor di GBC awal September 2025.
“Rencana baru akan mulai produksi pada triwulan kedua 2026,” kata Tony dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Senin (24/11/2025).
Sementara itu, smelter Manyar saat ini hanya mengolah lumpur anoda yang merupakan produk sampingan PT Smelting, lumpur anoda tersebut dimurnikan untuk diekstrak emas, perak, hingga mineral ikutan lainnya.
Adapun, Menteri ESDM Bahli Lahadalia mendorong PT Freeport Indonesia untuk membeli konsentrat tembaga dari PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN).
Bahlil menuturkan telah bertemu dengan Presiden Direktur PTFI Tony Wenas ihwal rencana pembelian konsentrat dari AMMN tersebut. Bahlil meminta Tony untuk melanjutkan negosiasi bisnis ke bisnis (B2B) dengan AMMN.
“Pak Tony kemarin kan ketemu sama saya, saya minta untuk Amman dan Freeport melakukan komunikasi B2B agar material mereka bisa dibeli oleh Freeport untuk diolah di smelter Freeport dengan harga keekonomian,” kata Bahlil kepada awak media di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (14/11/2025).
(azr/naw)





























