Dalam pemeriksaannya, BPK menemukan absennya dokumentasi justifikasi dan negosiasi kesepakatan harga jual dengan pelanggan.
Selain itu, BPK turut mengidentifikasi absennya keputusan secara treshold untuk variasi harga di bawah harga jual keekonomian dan di bawah cost of product.
Indikasi terakhir berkaitan dengan minimnya pengaturan soal kewenangan pengawasan atas dampak harga jual khusus produk terhadap profitabilitas perusahaan dan kemungkinan adanya diskriminasi antar pelanggan.
“Khususnya antara sektor pemerintah, KKKS dan PT KAI dengan segmen swasta dan BUMN tertentu,” tulis BPK.
Adapun, BPK menerangkan, penetapan target penjualan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Pertamina Patra Niaga hanya disusun dalam bentuk volume tanpa disertai dengan target nilai pendapatan.
“Sehingga tidak menimbulkan insentif untuk menjaga tingkat profitabilitas dari produk yang dijual,” menurut audit BPK.
Di sisi lain, badan audit negara itu merekomendasikan direksi Pertamina Patra Niaga untuk melengkapi target penjualan biosolar yang dilengkapi dengan nilai dan profit.
Selain itu, BPK mendorong manajemen untuk melakukan evaluasi dan perbaikan kebijakan sistem pengendalian serta penetapan harga jual khusus business to business dengan dilengkapi mekanisme penetapan harga jual ke calon pelanggan yang lengkap dan terjustifikasi secara memadai.
Bloomberg Technoz telah meminta konfirmasi ke Direktur Logistik & Infrastruktur Pertamina Jaffee Arizon Suardin dan Pj Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Roberth Dumatubun ihwal audit BPK tersebut. Hanya saja, permohonan konfirmasi tak ditanggapi sampai berita tayang.
(naw)






























