Logo Bloomberg Technoz

Menurut dia, perubahan peran BI sangat bagus agar BI dan seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) turut bertanggung jawab mendorong pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, menurut pengamatan Purbaya, meski ada KSSK, tapi diskusi yang ada terikat pada koridor masing-masing.

Misalnya, dia mencontohkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya bicara sektor keuangan, Kementerian Keuangan bicara fiskal, BI bicara kebijakan bank sentral, dan Lembaga Penjamin Sismpanan (LPS) bicara penjaminan dana nasabah di perbankan.

"Dengan adanya unsur tadi (peran mendukung pertumbuhan ekonomi), jadi kita bisa overlap ketika diskusi dengan bank sentral," lanjut Purbaya.

Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, menurut Purbaya, pemerintah biasanya menggelontorkan kebijakan fiskal. Padahal kenyataannya, ekonomi tak hanya digerakkan oleh fiskal, tetapi juga membutuhkan dorongan moneter yang bisa menggerakan sektor swasta lebih cepat.

Dalam kesempatan tersebut, Purbaya juga menggambarkan ketidaksinkronan kebijakan antara fiskal dan moneter. Pada September, dirinya memindahkan likuiditas negara Rp200 triliun dari BI ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk membangkitkan sistem perekonomian. 

Dampaknya, dia mengklaim jumlah uang beredar tumbuh dari semula hampir 0% ke level 13%. Namun, pada Oktober 2025 kembali menurun menjadi 7%. 

"Tapi saya dengar di bank (likuiditas) agak ketat lagi sekarang, yield obligasi saya naik lagi dari 5,9% ke 6,3%. Jadi kita lihat sepertinya entah sengaja atau tidak sengaja, di BI ada penyerapan uang lebih melalui SRBI (sekuritas rupiah BI), mungkin untuk menjaga nilai tukar, yang menekan uang beredar lagi ke bawah," ungkap Purbaya. 

"Kalau sekarang saya diskusi mempertanyakan hal itu, saya dikira memasuki ruang  bank sentral, tapi nanti ketika lebih terbuka, ranahnya sudah menyatu. Maka kita bisa samakan pandangan dengan lebih cepat."

(lav)

No more pages