Logo Bloomberg Technoz

Manajemen menyatakan bahwa meskipun sungai Aek Pahu dan Garoga bertemu di hilir Desa Garoga, arusnya mengalir hingga pantai barat Sumatra.

Untuk itu, PTAR mengklaim aktivitas perusahaan di DAS Aek Pahu tidak berhubungan langsung dengan bencana di Garoga.

PTAR, bagaimanapun, tidak memungkiri terdapat sejumlah longsoran di sub DAS Aek Pahu, tetapi mengklaim tidak terdapat banjir bandang di sepanjang aliran sungai tersebut.

Manajemen menyatakan hal itu terjadi karena pada sungai Aek Pahu tidak ditemukan aliran lumpur dan batang kayu yang bisa menyumbat aliran.

“Lima belas Desa Lingkar Tambang yang sebagian besar berada di sub DAS Aek Pahu tidak mengalami dampak yang signifikan, bahkan saat ini difungsikan sebagai pusat-pusat pengungsian,” kata perusahaan.

PTAR turut melakukan investigasi melalui pengamatan dari udara di kawasan hulu sungai Garoga yang diklaim didapatkan bukti visual terjadinya longsoran secara masif di tebing alur sungai Garoga, termasuk di kawasan hutan lindung.

“Longsoran-longsoran inilah yang menjadi sumber langsung dari sebagian besar material lumpur dan batang-batang kayu yang ditemukan di Sungai Garoga. Namun demikian, temuan ini masih merupakan indikasi awal, kajian lebih lanjut diperlukan untuk secara lengkap mencari sumber penyebab lainnya,” kata PTAR.

PTAR juga memastikan tambang emas Martabe melakukan kegiatan penambangan di areal penggunaan lain (APL), yakni di luar kawasan hutan Batang Toru.

“Selama beroperasi, PTAR terus mendukung upaya perlindungan lingkungan termasuk konservasi air, udara, tanah dan lebih jauh konservasi keanekaragaman hayati berkolaborasi dengan institusi-institusi nasional maupun global,” klaim perusahaan.

Temuan Walhi

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara sebelumnya menuding aktivitas tambang emas martabe milik Agincourt memperparah banjir di Sumut lantaran telah mengurangi tutupan hutan dan lahan sekitar 300 hektare (ha).

Selain itu, fasilitas pengolahan limbah tambang atau tailing management facility juga berada dekat sungai Aek Pahu yang mengaliri Desa Sumuran.

Organisasi lingkungan tersebut juga mencatat keluhan warga ihwal kualitas air yang menurun ketika musim hujan, usai beroperasinya Pit Ramba Joring pada 2017.

“Warga menyampaikan bahwa sejak beroperasinya PIT Ramba Joring, air sungai sering kali keruh saat musim hujan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumut Rianda Purba, dalam keterangan tertulis, yang diterima Selasa (2/12/2025).

Walhi menyatakan banjir bandang di Sumut paling parah melanda wilayah yang berada di ekosistem Harangan Tapanuli atau Ekosistem Batang Toru– salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumut.

Berdasarkan data citra satelit pada 2025, Walhi mencatat pembukaan hutan di areal harangan Tapanuli yakni di Batang Toru, Tapanuli Selatan sangat masif terjadi.

Lokasi tersebut padahal memiliki nilai konservasi tinggi dan menjadi benteng alam jika hujan terjadi.

“Tak jauh dari lokasi penambangan emas, muncul pada 2025 lahan gundul yang luas di daerah Tapanuli Tengah,” tulis kata Rianda.

Secara administratif, kata dia, ekosistem Batang Toru 66,7% terletak di Tapanuli Utara, 22,6% di Tapanuli Selatan, dan 10,7% di Tapanuli Tengah.

“Sebagai bagian dari Bukit Barisan, hutan ini menjadi sumber air utama, mencegah banjir dan erosi, serta menjadi pusat Daerah Aliran Sungai [DAS] menuju wilayah hilir,” tegas dia.

Walhi menyatakan PTAR berencana membuka 583 ha lahan baru untuk fasilitas tailing, termasuk akan menebang sekitar 185.554 pohon.

“Investigasi Walhi menemukan bahwa sekitar 120 hektare sudah dibuka. Dokumen dampak lingkungan [Amdal] perusahaan itu sendiri mencantumkan risiko; perubahan pola aliran sungai, peningkatan limpasan, penurunan kualitas air, hilangnya vegetasi, rusaknya habitat satwa,” tegas Rianda.

(azr/wdh)

No more pages