Penguatan mayoritas mata uang Benua Kuning datang dari kelesuan dolar AS. Pada pukul 08:54 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,1% ke 98,841.
Minat investor terhadap aset-aset berisiko, termasuk di negara berkembang, jadi penyebab pelemahan dolar AS. Pelaku pasar sedang semringah dan berani mengambil risiko seiring mood yang membaik.
Antusiasme pelaku pasar datang dari kabar membaiknya relasi AS-China. Delegasi kedua negara telah bertemu dan berdialog di Malaysia akhir pekan lalu. Hasilnya cukup impresif dan kesepakatan bakal diteken oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.
“Saya rasa ancaman tarif 100% sudah pergi, begitu juga dengan ancaman kontrol ekspor China,” ungkap Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam wawancara dengan CBS News, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Trump sendiri sudah memperkirakan akan ada kesepakatan dengan China. Di sela-sela lawatan di Malaysia untuk menghadiri KTT ASEAN, Trump mengungkapkan akan ada pertemuan level kepala negara.
“Mereka mau membuat kesepakatan, kami juga mau membuat kesepakatan,” ujarnya, sebagaimana diwartakan Bloomberg News.
Pelaku pasar pun memberi komentar positif. Charu Chanana, Chief Investment Strategist di Saxo Markets yang berbasis di Singapura menyatakan, AS dan China sama-sama diuntungkan dengan kesepakatan ini.
“Bagi AS, inflasi akan mereda dan risiko gangguan rantai pasok yang terkait dengan logam tanah jarang dan barang-barang elektronik. Bagi China, tarif tinggi tidak jadi dikenakan dan pasar ekspor akan tetap terbuka,” jelasnya, seperti dikabarkan Bloomberg News.
Vishnu Varathan, Head of Macro Research for Asia ex-Japan di Mizuho Bank, menyebut investor sepertinya akan memasang posisi optimistis di seluruh pasar. Saham-saham sektor teknologi sepertinya akan merasakan dampak positif seiring meredanya hambatan rantai pasok.
Kyle Rodda, Senior Market Analyst di Capital.com, menyebut kesepakatan ini akan berdampak positif bagi pasar keuangan Asia, khususnya China. Terutama jika AS kemudian menurunkan tarif bea masuk atas produk-produk made in China.
“Jika kesepakatan komprehensif berhasil tercapai, maka dampaknya akan lebih cepat dari perkiraan. Situasi akan bagus,” tegas Rodda, dinukil dari Bloomberg News.
(aji)






























