Berbeda dengan lawannya yang menyerukan program bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menangani krisis, Paz mengatakan akan menstabilkan keuangan domestik terlebih dahulu sebelum menjalin kerja sama dengan lembaga tersebut.
Putaran pertama pemilu pada Agustus lalu menandai berakhirnya dua dekade pemerintahan sosialis, setelah partai berkuasa kehilangan dukungan akibat kelangkaan bahan bakar dan pangan serta lonjakan inflasi.
Obligasi pemerintah Bolivia telah mencatat pengembalian hampir 40% sepanjang tahun ini, termasuk yang tertinggi di antara pasar negara berkembang, seiring optimisme investor bahwa kekalahan partai sosialis akan membuka jalan bagi kebijakan yang lebih ramah bisnis.
Tim ekonomi Paz menyebutkan bahwa pemerintahnya akan tetap memenuhi kewajiban pembayaran utang negara, namun berupaya meringankan beban dengan skema seperti pertukaran aset, perpanjangan jatuh tempo, atau penyesuaian nilai tukar.
‘Kapitalisme untuk Semua’
Paz sebelumnya menjabat sebagai wali kota Tarija, kota kecil di selatan Bolivia. Ia juga merupakan putra dari Jaime Paz Zamora, yang memimpin negara tersebut pada periode 1989–1993. Selama kampanye, ia mengusung gagasan “kapitalisme untuk semua” dan berjanji untuk menghapus “hambatan negara” terhadap pembangunan ekonomi.
Dalam masa kampanye, Paz juga melakukan kunjungan ke Washington, menandai sinyal membaiknya hubungan antara Bolivia dan AS setelah puluhan tahun ketegangan diplomatik.
(bbn)
































