Untuk diketahui, alokasi subsidi dan kompensasi energi pada APBN 2025 tercatat Rp394,3 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi subsidi dan kompensasi energi tahun lalu yang senilai Rp386,9 triliun.
Dari anggaran itu, kompensasi energi dicanangkan sebesar Rp190,9 triliun dan subsidi energi sebesar Rp203,4 triliun.
Secara terperinci, subsidi LPG dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 adalah Rp87,6 triliun, lebih tinggi dari pagu tahun sebelumnya senilai Rp85,6 triliun.
Sementara itu, alokasi subsidi BBM dalam APBN 2025 adalah Rp26,7 triliun, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp21,6 triliun.
Adapun, pemerintah berencana memperketat pembelian LPG 3 Kg bersubsidi mulai 2026. Nantinya, LPG bersubsidi hanya diperuntukan bagi masyarakat penerima bantuan sosial (bansos).
Hal ini diungkapkan oleh Anggota Panitia Kerja (Panja) Banggar DPR Marwan Cik Asad dalam rapat kesepakatan arah kebijakan subsidi energi dalam asumsi dasar makro dan postur fiskal Tahun Anggaran 2026.
"Melanjutkan upaya transformasi subsidi LPG tabung 3 kg tepat sasaran menjadi berbasis penerima manfaat dan terintegrasi dengan data yang akurat," tulis laporan tersebut.
"Kebijakan tersebut dilakukan dengan pendataan pengguna LPG 3 Kg berbasis teknologi sehingga tercantum dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional [DTSEN]."
Rencana tersebut, kata Marwan, dilakukan sebagai bagian dari upaya efektivitas dan reformasi kebijakan subsidi dalam ketepatan sasaran, peningkatan transparansi dan akuntabilitas hingga kondisi perekonomian nasional.
Namun, dia menggarisbawahi pelaksanaan tranformasi tersebut nantinya akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri ESDN Bahlil Lahadalia pernah menyatakan pemberlakuan program LPG Satu Harga di setiap provinsi mulai pada 2026.
Bahlil menyebut kebijakan ini akan diatur dalam peraturan presiden (perpres) yang saat ini masih digodok. Kebijakan itu bertujuan untuk mengatasi kebocoran dan rantai pasok yang terlalu panjang membuat harga LPG 3 Kg di tingkat konsumen melonjak.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia akhir tahun lalu sempat menggaungkan rencana untuk menerapkan skema subsidi BBM yang dia sebut sebagai metode "blending".
Artinya, sebagian subsidi masih akan diberikan kepada komoditas/barang, sedangkan sebagian lagi dialihkan ke format BLT.
Subsidi barang dalam bentuk BBM, kata Bahlil, hanya akan disalurkan untuk kendaraan berpelat kuning alias transportasi publik dan UMKM. Di sisi lain, ojek online (ojol) merupakan transportasi publik berpelat hitam. Sebelumnya, ojol sempat disebut-sebut tidak termasuk kriteria penerima BBM bersubsidi.
Namun, hingga saat ini rencana kebijakan tersebut tidak kunjung dieksekusi. Bahlil mengaku masih melakukan sinkronisasi data dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memetakan siapa saja masyarakat yang bisa menerima BLT tersebut.
Bahlil menyebut Kementerian ESDM saat ini tengah memperbaiki dan merampungkan data tersebut karena sejumlah data penerima pengalihan subsidi menjadi BLT masih tumpang tindih. Namun, Bahlil memastikan belum akan mengumumkan skema subsidi BBM tersebut bulan ini.
“Saya tidak ingin, karena tujuan subsidi itu kan diberikan kepada yang berhak menerimanya. Jangan sampai tujuan kita itu tidak sesuai dengan apa yang kita lakukan. Jadi ini yang kita hati-hati dengan datanya,” kata Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM, medio Januari.
(azr/wdh)
































