Logo Bloomberg Technoz

Peningkatan adopsi baterai LFP oleh produsen non-China akan didukung oleh penurunan biaya litium, menurut BMI.

“Tim Komoditas kami memperkirakan litium akan terus mengalami kelebihan pasokan antara 2025 dan 2031, yang akan membuat harga litium jauh di bawah puncaknya pada2022 dalam jangka menengah,” kata lembaga tersebut.

Untuk itu, tekanan biaya akan berkurang bagi pendatang baru di sektor manufaktur baterai LFP.

Hal tersebut sekaligus menandakan perkembangan penting bagi adopsi massal EV karena insentif pajak dan subsidi bagi pembeli kendaraan listrik sedang menghadapi risiko yang makin besar untuk dikurangi atau dihilangkan selama lima tahun mendatang.

Di AS, misalnya, orientasi kebijakan perpajakan baru Presiden Donald Trump dinilai akan menambah masalah keterjangkauan harga EV di pasar Eropa dan Amerika Utara.

Kebijakan 'One Big, Beautiful Bill' dari pemerintahan Trump telah mengurangi diskon pajak US$7.500 yang ditawarkan kepada pembeli EV baru dan menghilangkan kredit EV komersial yang memenuhi syarat.

Selain itu, badan legislatif AS yang baru juga mengenakan pajak tahunan sebesar US$250 pada EV.

Di Eropa, beberapa negara bagian menghadapi tekanan fiskal yang meningkat yang mempertanyakan kemampuan mereka untuk mempertahankan atau memperluas insentif bagi pembeli EV.

“Biaya paket baterai LFP yang lebih rendah, rantai pasok yang sangat terintegrasi dan terlokalisasi, dan harga litium yang turun akan bergabung untuk meningkatkan keterjangkauan EV di pasar global dan akan menjadi kunci dalam mendukung pertumbuhan penjualan dan produksi EV selama periode perkiraan kami,” terang tim BMI.

Perbandingan adopsi EV di China, Eropa, dan AS./dok. BMI

Baterai Garam

Tak hanya LFP, investor baterai global dilaporkan makin membidik pengembangan baterai berbasis garam atau sodium-ion battery (SiB); guna memutus ketergantungan mereka terhadap pasokan litium dari China dan membuat harga EV lebih terjangkau.

BMI memaparkan kerugian di industri baterai pernah terjadi sebelumnya akibat dependensi yang tinggi terhadap pasokan litium dari China pada 2021.

“Meskipun kelebihan pasokan litium akan menjaga harga baterai LFP tetap rendah dalam jangka menengah, tim komoditas kami mencatat bahwa rantai pasok baterai ion litium sangat rentan terhadap volatilitas pasar akibat ketegangan perdagangan Amerika Serikat [AS]-China,” papar tim BMI.

Perusahaan-perusahaan China mendominasi pasokan hulu litium, grafit, dan fosfor. Semuanya merupakan material yang krusial dalam produksi LFP dan baterai berbasis nikel.

Untuk itu, BMI menilai diperlukan rantai pasok yang lebih beragam untuk mendorong ketahanan. “Bagi AS dan Eropa, jawabannya kemungkinan besar adalah SiB.” 

Kelemahan baterai garam./dok. BMI

Jika digabungkan, kedua pasar ini menyumbang atas hampir 40% penambangan soda abu dan sekitar 20% pemulihan biomassa. Selain itu, kedua wilayah ini memiliki kapasitas untuk memproses 27% produksi natrium global.

Dengan latar belakang ini, lembaga riset tersebut melaporkan investasi dalam kimia SiB oleh produsen kendaraan listrik Amerika Utara dan Eropa telah meningkat dalam lima tahun terakhir. 

Sebagai contoh, tim riset dan pengembangan General Motors telah mulai meneliti kimia baterai, sementara Tiamat Energy (Prancis) – yang didukung oleh Stellantis – dan Peak Energy (AS) juga berinvestasi dalam kimia baterai dengan target produksi massal dari pengembangan ini antara 2025 dan 2029.

Perlu dicatat, sebagian besar investasi di Amerika Utara dan Eropa telah dialokasikan untuk R&D dan produksi prototipe, dan produksi massal kemungkinan baru akan meningkat setelah tahun 2030 di pasar-pasar ini.

Pabrik Indonesia

Di Indonesia sendiri, investasi di proyek LFP sudah mulai direalisasikan sejak tahun lalu seiring dengan dimulainya tahap pertama produksi dan rencana ekspansi pabrik bahan katoda LFP oleh PT LBM Energi Baru Indonesia pada 8 Oktober 2024.

Adapun, proyek ini terwujud melalui rencana kemitraan investasi antara konsorsium Indonesia Investment Authority (INA) dan Changzhou Liyuan New Energy Technology Co Ltd (Changzhou Liyuan), salah satu produsen dan pemasok LFP terbesar di dunia.

Fasilitas yang terletak di Kendal Industrial Park (KIP) ini—salah satu kompleks industri terbesar di Indonesia dengan status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) — diproyeksikan untuk menjadi produsen katoda LFP terbesar di dunia, di luar China.

Investasi bersama yang direncanakan sebesar US$200 juta tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 30.000 ton pada fase I, yakni yang saat ini sedang dalam pelaksanaan produksi percontohan, menjadi 90.000 ton pada fase II, yang diharapkan akan dimulai pada 2025.

Untuk diketahui, LFP adalah salah satu dari dua bahan kimia utama dalam baterai ion litium, di samping nickel cobalt manganese (NCM). 

Berdasarkan studi Bain tentang ekosistem baterai EV, permintaan baterai global diperkirakan tumbuh sekitar empat kali lipat antara 2023 dan 2030, yang didorong oleh meningkatnya adopsi EV. 

Proyeksi tersebut memposisikan LFP untuk memainkan peran penting dalam memenuhi permintaan tersebut.

Pada 2030, NCM diproyeksikan akan mewakili sekitar 50% dari permintaan baterai ion litium, sementara LFP diperkirakan akan menyumbang sekitar 35%, di mana keduanya diperkirakan tetap menjadi pusat pertumbuhan industri baterai di masa depan.

Kemitraan strategis dengan China ini berfokus pada bahan katoda LFP yang mewakili nilai tambah tertinggi dalam rantai nilai baterai. Pada 2030, Indonesia diperkirakan melayani pasar senilai sekitar US$10 miliar dalam bahan aktif katoda LFP. 

“Ini bukan sekadar pabrik, tetapi juga fondasi dari ekosistem EV Indonesia yang terintegrasi. Melalui penyempurnaan rantai produksi baterai litium, tidak kurang dari 3 juta unit EV di seluruh dunia akan dipenuhi kebutuhan baterai litiumnya oleh industri di Indonesia,” kata mantan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsa Pandjaitan, awal Oktober.

Selain manfaat ekonominya, pabrik ini juga diklaim memberikan dampak signifikan bagi masyarakat setempat. 

Proyek tersebut disebut dapat membuka penciptaan lebih dari 2.000 lapangan kerja, di mana 92% di antaranya diisi oleh tenaga kerja lokal.

(wdh)

No more pages