Bloomberg Technoz, Jakarta – Chief Marketing Officer (CMO) Ninja Xpress Andi Djoewarsa merespons soal kasus data penggunanya yang diperjual-belikan oleh mantan kurir dan pekerja lepas di perusahaan.
Andi mengungkapkan rasa prihatinnya atas keresahan pengguna layanan Ninja Xpress. Dia menegaskan perusahaan tidak menoleransi pelanggaran privasi pelanggan yang terjadi.
"Pertama-tama kami dari Ninja Xpress menyampaikan rasa sangat prihatin atas keresahan yang mungkin dialami pelanggan. Kami tidak menoleransi pelanggaran privasi dalam bentuk apapun," kata Andi dalam keterangannya, dikutip Sabtu (12/7/2025).
Kasus ini terungkap setelah Ninja Xpress melakukan audit internal. Setelah audit internal tersebut, didapati ada 294 pengiriman dengan jenis pembayarannya cash on delivery (COD) yang bermasalah.
"Setelah menemukan indikasi anomali ini, anomali akses terhadap data-data dari pihak internal, kami segera gerak cepat melakukan investigasi internal dan langsung melaporkan kasus ini ke pihak Kepolisian," jelasnya.
Menurut Andi, Ninja Xpress mengambil langkah cepat melaporkan kejanggalan pada pihak Kepolisian sebagai wujud perlindungan terhadap data pribadi konsumen.
Andi menekankan, Ninja Xpress akan memperkuat sistem keamanan serta memperketat proses internal untuk memastikan kejadian serupa tak terulang kembali.
"Ini membuktikan, bahwa perlindungan konsumen dan keamanan data pribadi adalah tanggung jawab kita bersama," pungkasnya.
Diketahui, Kepolisian telah menangkap dua pelaku berinisial T dan MFB di Jawa Barat sedangkan satu pelaku lainnya berinisial G, masih buron.
Wadirresiber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus mengatakan penyidik telah melakukan penyidikan terhadap perkara ini selama dua bulan, mulai dari perkara ini dilaporkan pada 11 Maret 2025.
"Perkara ini juga bisa menjadi perkara penipuan. Karena adanya data pribadi konsumen yang diambil dan dijual oleh pelaku. Kelompok pelaku ini mengambil data pribadi konsumen dalam bentuk dokumen elektronik," kata Fian dalam keterangannya, dikutip Sabtu (12/7/2025).
Dia menyebut pelaku mengambil data berupa nama pemesan, jumlah pemesan, jenis pesanan, alamat pengirim, nomor ponsel pemesan, dan biaya untuk COD.
Dalam modusnya, setelah mendapatkan data konsumen pelaku melakukan pemesanan lewat data itu. Kemudian, konsumen akan menerima paket dan tetap membayar tanpa menyadari bahwa barang yang datang tidak sesuai pesanan.
Dalam perkembangannya, pelaku G membayar satu data konsumen sebesar Rp2.500. Lalu, dari pembayaran itu MFB memperoleh Rp1.000, dan T menerima Rp1.500.
(mef/wdh)