Logo Bloomberg Technoz

“Kami yakin bahwa peningkatan adopsi baterai LFP akan menjadi kunci untuk meningkatkan adopsi EV di pasar global,” papar lembaga riset terebut. 

Onshoring Manufaktur

Untuk itu, strategi onshoring manufaktur baterai LFP dinilai akan memungkinkan produsen peralatan asli (OEM) Amerika Utara dan Eropa untuk mengurangi ketergantungan mereka pada produsen baterai China.

Sekadar catatan, onshoring manufaktur adalah kebijakan merelokasi kembali operasi pabrikan atau pengadaan suatu perusahaan dari luar negeri ke negara asalnya.

Strategi tersebut juga bisa mengurai masalah hambatan perdagangan yang diberlakukan AS pada China.

“Karena biaya baterai LFP yang lebih rendah dibandingkan dengan baterai berbasis nikel, terjadi peningkatan jumlah OEM di Amerika Utara dan Eropa yang menjual EV entry-level bertenaga baterai LFP dengan harga diskon dibandingkan model berbasis nikel,” tulis BMI.

Tesla, misalnya, mulai menawarkan versi EV bertenaga baterai LFP untuk produk Model 3 dan Model Y pada tahun 2021—2022.

Rivian juga mencontohkan tren ini, dan telah mulai menawarkan 'rangkaian standar' untuk model R1T dan R1S, yang memiliki harga dasar US$8.000 atau lebih rendah dibandingkan model bertenaga baterai nikel-mangan-kobalt atau nickel manganese cobalt (NMC).

Sekadar catatan, baterai LFP memiliki kepadatan energi yang lebih rendah daripada baterai berbasis nikel, sehingga menawarkan jarak tempuh rata-rata yang lebih rendah.

Untuk itu, BMI menilai terdapat trade-off antara harga dan jangkauan dengan EV bertenaga LFP, yaitu; harganya lebih murah, tetapi dapat menempuh jarak yang lebih pendek dengan sekali pengisian daya.

Namun, hal ini tidak terlalu menjadi perhatian bagi konsumen di pasar dengan ketersediaan infrastruktur pengisian daya publik yang tinggi.

Investasi dalam infrastruktur ini meningkatkan ketersediaan, misalnya jumlah titik pengisian daya publik telah berlipat ganda di Eropa sejak  2021.

“Kami mencatat bahwa NIO sedang membuat kemajuan dalam memperluas jaringan pertukaran baterainya, yang menunjukkan bahwa teknologi ini dapat berfungsi sebagai pelengkap praktis untuk pengisian daya konvensional, terutama di wilayah perkotaan.”

Biaya produksi LFP lebih murah dari bateri lithium-ion./dok. Bloomberg

Mendominasi Pasar

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa sebelumnya menyebut LFP diproyeksikan lebih mendominasi pasar baterai EV dibandingkan dengan NMC pada 2027. 

Menurutnya, baterai LFP memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan NMC, yakni lebih murah karena tidak menggunakan nikel dan memiliki siklus hidup lebih panjang.

Penggunaan baterai LFP juga bisa membuat harga kendaraan listrik lebih murah 30% dari NMC. 

“Memang cocok [menggunakan LFP] kalau ingin mendorong pasar untuk kendaraan listrik, karena bisa lebih murah. Itu lah kenapa produsen China menggunakan LFP,”  ujar Fabby.

Saat ini, LFP dan NMC merupakan dua jenis teknologi yang banyak digunakan oleh produsen mobil listrik di dunia.

Namun, akhir-akhir ini produsen mobil listrik mulai beralih ke LFP. Produsen asal China juga menggunakan LFP untuk produknya, di antaranya adalah Wuling dan Build Your Dreams (BYD). 

“Ini juga menjadi pendorong kenaikan pangsa pasar LFP dari 2020 hanya 6% di 2023 mencapai di atas 40%,” ujar Fabby.

Tidak dapat dimungkiri, saat ini NMC masih mendominasi pasar baterai mobil listrik. Namun, Fabby memproyeksikan bahwa LFP akan mendominasi pasar setelah 2027. 

Walaupun LFP diproyeksikan bakal mendominasi, kata Fabby, baterai NMC masih tetap akan digunakan. Dengan demikian, peningkatan permintaan LFP tidak serta merta akan menggerus permintaan NMC khususnya melalui program hilirisasi nikel.

Baterai NMC diproyeksikan bakal dialihkan untuk kendaraan berat seperti bus listrik, truk listrik bahkan kendaraan pertambangan yang lebih ramah lingkungan. Sebab, NMC memiliki keunggulan densitas energi yang tinggi. 

“Kalaupun pangsa di mobil penumpang itu akan menurun, tetapi dengan kendaraan listrik bergeser ke heavy duty vehicle, truk, bus, kendaraan petambangan, kebutuhan [nikel] untuk baterai masih akan diperlukan,” ujarnya. 

“Menurut pandangan saya, kebutuhan untuk nikel baterai pada 1 dekade mendatang tidak akan berkurang. Walaupun NMC pangsa pasar turun, tetapi volume naik,” lanjutnya. 

Indonesia sendiri telah resmi memulai produksi pabrik katoda LFP terbesar di luar China sejak 8 Oktober 2024. Lokasinya berada di Kendal Industrial Park (KIP).

Pabrik katoda LFP tersebut bakal memproduksi salah satu dari 3 sel utama baterai litium, yaitu; anoda, katoda, dan elektrolit.

Pabrik bahan katoda LFP baterai litium tersebut merupakan kerja sama PT LBM Energi Baru Indonesia dan Indonesia Investment Authority (INA).

Total nilai investasinya mencapai US$350 juta, dengan proyeksi pendapatan mencapai US$1,2 miliar/tahun melalui ekspor ke AS, Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.

(wdh)

No more pages