Menurut Yayat, apabila anggaran kereta cepat tersebut berasal dari APBN artinya suatu saat APBN itu akan terbobani oleh utang yang cukup berat. Dengan begitu, meski seharusnya esensi terbesarnya seharusnya memiliki skema yang mampu mandiri secara finansial. Namun prakteknya terjadi pembengkakakn anggaran untuk proyek tersebut.
Yayat juga mempertanyakan bagaimana skema pembayarannya nanti, apakah akan seperti konsorsium yang saat ini sudah berjalan atau akankah ada skema baru yang akan ditawarkan oleh Pemerintah.
“Karena praktik yang saya alami biasanya para pelaku usaha dari China misalnya di bidang konstruksi itu selalu minta garansi ada jaminan APBN.” tambahnya.
Menurut Yayat, banyak evaluasi yang harus dilakukan oleh pemerintah terkait dengan Whoosh. Selain konstruksi dan teknologi baru tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dia beranggapn bahwa transfer pengetahuan juga tidak diberikan kepada masyarakat di Indonesia
“Dan juga, kita masih rugi terus nih yang ke Bandung. Jadi kan pertama juga harus dilihat captive market-nya apa sih. Karena kelemahan terbesar yang perlu dikaji kembali adalar masalah konektivitas dan kemudahannya itu.” lanjut Yayat.
Selain itu, Yayat juga menyoroti Whoosh yang alih-alih memiliki stasiun di Bandung, justru hanya sampai di Padalarang. Ia menganggap justru dengan ini pemerintah tidak membangun apapun.
Pembengkakan Anggaran Terkait Pembebasan Lahan
Yayat juga menyoroti kemungkinan pembengakakan anggaran akibat adanya pembebasan lahan yang harus dilakukan. Oleh karenanya, menurutnya penkajian dan pertimbangan tersebut harus hati-hati dalam merumuskan anggaran.
“Dan kedua pada konteks dimensi pengelolaan ruangnya. Tadinya kan sekali lagi PT KCIC itu misalnya ruangnya itu hanya sekitar 5 meter atau berapa meter dari kiri kanan ruang.Itu harus aman dari pemukiman. Sekarang saya dengar di Bandung minta berubah menjadi lebih besar lagi sampai 80 meter kiri kanannya. Otomatis itu kan itu juga berat.” kata Yayat
Ia mengatakan bahwa diperlukan penggusuran atau pemindahan pemukiman-pemukiman yang ada di sepanjang jalur kereta sebagai bentuk pengamanan secara tata ruangnya. Jadi permasalahan baru yang muncul selain dari segi pendanaan tapi bagaimana pemerintah membuat ruang steril di kalur kereta.
“Karena masalahnya itu biaya konstruksi akan berbeda nanti dengan biaya pembebasannya. Nah disitulah yang menjadi masalah. Pembebasan tanahnya, pengamanan untuk koridornya. Kalau misalnya harga pembebasan tanahnya tidak sesuai, pembengkakan terjadi lagi. Dulu kan begitu.”
Sehingga Ia mengatakan seharusnya pemerintah tidak mengulangi berbagai kesalahan sebelumnya sehingga perubahan itu berimplikasi pada kenaikan atau pembengkakan itu.
Selain itu permasalahan mengenai infrastruktur stasiun yang belum siap juga menjadi pekerjaan rumah dari pemerintah seperti penyediaan tempat parkir memadai di stasiun.
“Jadi campuran bagaimana nanti dengan stasiun-stasiun di setiap kota itu. Jadi lintasannya itu juga harus diperhatikan karena banyak hal yang berubah yang tadinya pingin ada backup dari sektor non-farebox-nya. Farebox-nya itu kan dari tarifnya, non-farebox-nya dari kawasan atau dari usaha-usaha lain di luar tarif itu juga harus menjadi pertimbangan.” tambahnya.
(ell)






























